3 Tema World Radio Day 2021

 


Hai, genks! Hari ini, 13 Februari diperingati sebagai World Radio Day atau Hari Radio Sedunia, lho. Hari Radio Sedunia ini bisa kita peringati berawal dari usulan Kerajaan Spanyol pada UNESCO pada 20 September 2010. Mungkin kalau kita ilustrasikan kejadiannya begini;

[Wakil spanyol bersenandung tidak jelas]

Dewan Eksekutif UNESCO [kepo]: "Nyanyi lagu apaan, sih? Asyik banget kayaknya...."

Wakil Spanyol: "Itu lagu yang tadi diputar di radio. Nempel banget di kepala!"

Dewan Eksekutif UNESCO: "Tuman..."

Wakil Spanyol: "Hahaha. Eh, kayaknya kalau bikin Hari Radio Sedunia asyik, nih."

Dewan Eksekutif UNESCO [Sumringah]: "Ide bagus, bossque! Aing masukan ke agenda sementara, ya..."

Lalu pada tanggal 29 September 2011, Dewan Eksekutif UNESCO pun memasukannya ke dalam agenda sementara untuk memproklamirkan Hari Radio Sedunia. Tidak hanya itu saja, UNESCO juga kemudian mengkonsultasikan secara luas kepada semua pemangku kepentingan dan 91% jawabannya setuju dengan Hari Radio Sedunia. Eh, kamu juga bisa melihat hasil konsultasi ini dalam dokumen UNESCO 187 EX/13. Setahun kemudian, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) memproklamirkan Hari Internasional 13 Februari sebagai World Radio Day alias Hari Radio Sedunia.

Tiap tahun, perayaan Hari Radio Sedunia ini memiliki tema tertentu, genk. Pada Word Radio Day tahun ini, UNESCO memberikan tiga sub-tema; Evolution, Inovation dan Connection.

Evolution (Evolusi); Dunia berubah, radio berevolusi

Sub-tema ini mengacu pada ketahanan radio dan keberlanjutannya. Dari zaman baheula, radio digunakan semua orang di dunia untuk mendapatkan berbagai informasi. Proklamasi Indonesia juga disiarkan melalui radio sehingga berita mengenai kemerdekaan itu dapat dijangkau di seluruh negeri. Itu contoh salah satu kelebihan radio. Dulu, sewaktu masih di belakang meja siar dan saya terserang kemalasan siaran, salah satu hal yang membuat mood kembali lagi adalah saya suka iseng mikir; dulu para penyiar radio di zaman proklamasi itu pasti kerjanya lebih ribet.

Misalnya, ada yang request lagu Geef Mij Maar Nasi Goreng-nya Louisa Johanna Theodora "Wieteke" van Dort atau Tante Lien.

Penyiar ke rekannya: "Woy! Tolong nasi goreng!"

Rekannya: "Pedas atau kagak?"

Penyiar: "Ya elah, lagu, cong!"

Radio terus berevolusi, tidak hanya dari bagaimana mereka memutar lagu. Tapi dari cara berinteraksi dengan para pendengarnya. Hayo, siapa yang dulu sering beli atensi atau bela-belain ke wartel buat telpon ke radio agar bisa request lagu dan kirim salam sama gebetan. Ahey! Sebagai kang siar yang dilahirkan atensi, saya mengucapkan; tua! Wkwkwk.... 

Inovation (Inovasi); Dunia berubah, radio beradaptasi dan berinovasi.

Sub-tema kedua ini mengharuskan radio untuk beradaptasi dengan teknologi baru agar tetap menjadi media mobilitas dan dapat diakses di mana saja oleh semua orang. Yah, kasarnya mungkin begini ya, di zaman orang pegang smartphone dengan berbagai sosmednya yang kadang lebih senang membagikan apa yang didengarnya di aplikasi penyedia musik dan podcast dan youtube dibanding radio, masa radio kite masih menggunakan cara lama? Gebrakan-gebrakan baru diperlukan untuk dapat menarik perhatian pendengar, baik menyelaraskan dengan zaman, maupun mengeksplore sumber daya lainnya.

Connection (Koneksi); Dunia berubah, radio menghubungkan.

Sub-tema yang terakhir ini menyoroti layanan radio untuk masyarakat. Baik menyoal bencana alam, krisis sosial-ekonomi, epidemi, dan lain-lain. Selain hiburan, radio juga menjadi pusat informasi antara pemangku kebijakan dengan masyarakat. Apalagi di masa pandemi seperti ini. 

Tapi, karena pandemi juga, saya mendengar banyak radio merumahkan para penyiarnya, bahkan menghentikan siarannya. Beberapa diantaranya terjadi pada radio di Serang. Tidak bisa dipungkiri, biaya operasional besar sementara para sponsor mulai pospone atau bahkan menarik iklan-iklannya. Lalu, bagaimana caranya agar tetap bisa hidup dan menghidupi? Pelan-pelan bangkit lagi, yuk! Semangat!

Btw, selamat hari radio sedunia, ya.


You Might Also Like

0 Comments