Kalau Bosan Hidup, Ke Rekonvasi Bhumi Aja



Markas, demikian beberapa sahabat saya menyebutnya ketika saya tanya 'di mana?'. Saya kira tempat itu semacam barak yang penuh dengan segala perkakas para penjaga alam. Tapi, ternyata rumah yang nyaman, aman, dan tentu saja free wifi tempat para penjaga alam, pendamping ibu dan anak, dan kawan-kawan relawan lainnya tinggal.

Selain tentu saja, selain di sana juga ada rumah Om Nana beserta keluarganya. Dan satu hal yang baru saya ngeuh, setelah beberapa kali berkunjung; ternyata putra Om Nana (panggilan akrab om Np. Rahadian) itu temannya 'aw-aw' (baca puisi Renjana dalam Kalender dan beberapa puisi 'kantin belakang'). Untung udah nggak 'aw' lagi. Kalau masih, bisa di-bully seumur hidup gue. Biasalah itu zaman kakak 'gemez' suka sama dede 'gemez' tapi gengsi nanya nama juga. Whahaha. Senior yang sombong.

Well, kunjungan pertama saya ke markas yaitu ketika saya dan beberapa kawan sedang mengerjakan project majalah dan media online. Meskipun pada akhirnya, project itu tidak berjalan sebagaimana yang diharapkan. Tapi, karena itu saya jadi berteman dengan banyak orang dan juga ikan di kolam. Karena itu pula saya jadi tahu program para penjaga dan pendamping. Seketika itu, potret LSM yang selama ini ditanamkan para oknum biadab yang suka bertamu ke rumah dan pulang minta ongkos itu langsung hilang dari kepala saya.

Dan ini yang penting, sebagai orang yang tinggal sendiri dan sering diserang sakit, setidaknya ada tempat untuk mengaduh dan berbagi keluh. Bukan hanya tempat untuk menggaduh. Tentu saja, khusus untuk rasa sakit yang tidak bisa saya tangani sendirian saja. Kram perut, misalnya. Selain selalu ada orang yang bisa jadi teman, juga karena mereka paham beberapa obat pereda sakit. Tapi, jangan harap kalau sedang sakit hati meminta penyembuhan di sana. Mati sudah kau, lae. Bully seumur hidup!

Kalau curhat masalah lingkungan, sosial, budaya, dan proyek kreatif, di sanalah tempatnya. Ide bisa dilempar begitu saja seperti kita sedang bernapas. Hampir semua orang keren dan mahir di bidangnya ada dan bisa kamu ajak ngobrol tanpa mengenal istilah 'guru-murid' atau 'senior-junior'. Paling cuma 'tua-muda' saja sebagai bagian dari keceriaan dan keakraban. Karena kesopanan bisa dilihat dari sikap lainnya, bukan dari seberapa tunduk kepala atau seberapa lekat ciuman di punggung tangan, bukan?

Soal gerakan, tidak perlu ditanyakan. Sudah banyak yang dilakukan LSM Rekonvasi Bhumi. Bukan hanya mengurus permasalahan lingkungan, tapi sosial kemasyarakatan, ekonomi kreatif dan gerakan lainnya yang bisa menunjang percepatan pembangunan.

LSM ini bahkan sudah lebih dulu berada di tengah masyarakat sebelum program-program pemerintah--yang seolah baru itu--dibuat.

Apa kalimat yang paling tepat untuk menggambarkan 'betah banget' berada dalam lingkungan pergaulan LSM ini, ya? Intinya, tidak ada seorang manusia pun yang tidak diterima oleh mereka. Mungkin cuma orang yang datang dengan niat culas saja yang kemudian diabaikan. Tapi, kalau niatmu datang untuk belajar, mencari inspirasi, nasihat, dan berkarya, semuanya diterima dengan tangan terbuka. Bahkan, kalau kamu merasa bosan hidup dan ingin tidur saja juga, bisa dilakukan di LSM ini. Meskipun dengan syarat yang panjang. Salah satunya, bisa bertahan dari bully-an dengan daya tertinggi. Tapi, efeknya setelah kamu angkat kaki, semangat hidupmu muncul lagi. Mau coba? Saya juga belum pernah coba bagian itu, sih. Hihi

Di LSM ini, saya bukan siapa-siapa dan tidak merasa menjadi bagian dari LSM ini secara resmi. Karena kedatangan saya biasanya hanya untuk menemui teman, membantu teman, mengerjakan beberapa proyek kecil atau sekadar numpang menginap dan wifi-an saja. Tapi, karena itu pula saya bisa mendapat banyak inspirasi, nasihat, dan dorongan semangat dari para 'orang tua' di sana. Hatur nuhun, mang/om/kak/teh/tante.


Karena itu, di usianya yang ke-19 ini, saya ucapkan terima kasih Rekonvasi Bhumi. Atas inspirasi, segala nasihat dan dorongan untuk terus bergerak ikhlas, bergerak cerdas dan tidak berbuat culas bahkan sejak dalam pikiran. Semoga saya bisa belajar konsisten dari 19 tahun keberadaan Rekonvasi Bhumi ini.

Happy anniversary, Rekonvasi Bhumi. Tetap melangit tanpa meninggalkan bumi.


Rahayu ing bhuana. Svaha...


You Might Also Like

0 Comments