Mari Bertemu di Tepi Sawah



"Jadi gak?"

Pertanyaan itu tampak di layar ponsel saya. Sementara aplikasi Gojek masih terus berputar-putar mencari tujuan. Sinyal Telkomsel di negara bagian Tembong ini memang selalu menghilang mendadak, padahal sedang dibutuhkan. Hari ini, saya janjian dengan Al Anyudi dan Wisnu yang semalam hayu untuk bertemu di kedai kawan. Sepertinya, Senin (19 April 2021) ini akan asyik jika ngopi sembari nonton padi agar terwujud harmoni gitu. Lagian bosan juga ngopi di tempat yang selalu diberisiki kendaraan dan orang-orang yang berlomba bicara. Mending kalau tidak ada kebun binatangnya. Hihuhlah!

Setelah saya membalasnya, ia menjawab dengan mengatakan bahwa ia masih keliling membagikan takjil sambil sepedaan. Kegiatan baru yang sedang tekun ia kerjakan di Ramadhan ini. Terbaik memang bapabapaide yang satu ini. Jadi pengen ikutan kalau ada sepedanya mah.

Sementara itu, Driver Gojek datang dengan tawa. Katanya, dia tadi mutar-mutar di depan tanpa tahu arah dan tujuan. Perasaan saya mulai tidak enak. Apakah ia bisa mengantar saya ke Tepi Sawah? Atau jangan-jangan, kami akan nyasar ke tepi sungai atau tepi-tepian lainnya yang bukan menjadi tujuan? Duh! Apalagi peta lokasi yang saya minta pada kawan saya, Wahid, tampaknya kedainya ini berada di negara bagian Kota Serang yang BJKJD (blah jero ka jero deui). Pasrah sajalah. 

Jalan Empat-Lima sudah ditapaki, semakin lama jalanan semakin menyempit. Di samping kanan dan kiri tampak rumah-rumah penduduk, maupun komplek perumahan. Saya masih belum melihat hamparan sawah, hanya gugusan perbukitan dan kebun-kebun penduduk saja. Oalah, jangan-jangan beneran nyasar? Kalau dibawa nyasar sama kamu mah rela akutu." Pikir saya seraya nyengir karena geli sendiri. Sepertinya dari kemarin saya teh kesambet jurig receh, astaga.

"Ini Jalan Empat-Lima kan, mas?" Tanya saya.

"Iya, kak. Ini Jalan Empat-Lima. Saya pernah ke sini, kok," Jawabnya. "Nama tempatnya apa ya, kak?"

"Tepi Sawah, mas. Amanlah ya,"

"Aman, kak," jawabnya. Agak lega mendengarnya, tapi belum lega benar, karena belum melihat wujud manusia yang saya kenal. Karena itu, saya mencari plang nama daerah yang kami lewati agar nanti bila hal yang dikhawatirkan terjadi, saya bisa memberitahukan posisi saya di mana. Udara mulai terasa sejuk. Beberapa pengendara sepeda, tampak melintas menuju kota. Ooh, ini jalur sepedaan para tukang gowes.

"Kak, kita udah masuk ke daerahnya nih...," ujar masnya seraya menghentikan laju kendaraan di tepi sawah.

"Weits, iya itu sawah. Kedainya mana, ya? Sebentar saya tanya kawan dulu," ujar saya sembari memotret sawah dan mengirimkannya ke whatsapp Wahid.

"Ooh, Kedai Tepi Sawah? Masih di depan itu mah kak," ujar Mas Gojek sambil menunjukan map dengan nama kedai tujuan saya. Oalah, dikira beneran ke tepi sawah, makanya mas ini berhenti di tepi sawah beneran? Pengangguran amat kali sayanya, nge-Gojek dari negara bagian Tembong ke negara bagian Pancur hanya untuk melihat sawah yang bukan punya saya. Sawah saya saja nggak pernah saya tengokin. Muahaha.

"Nah, itu mas. Yuk, lanjut," ujar saya. Benar saja, tak hanya lima menit, Mas Gojek sudah menghentikan kendaraannya lagi. Saya langsung meneriakan 'masyaallah' dan 'subhanallah' saat turun dari kendaraan dan langsung disambut tawa Wahid. Kedai ter-janed (jauhnya jauh banget) yang pernah dengan sengaja dan sadar saya kunjungi! Edian, aing di mana ieu? (Gila, saya di mana ini?).

"Mas, sekalian buka bareng di sini aja, yuk," ajak saya saat menyerahkan ongkos dan helm. Tapi ia menolak dan saya merasa tidak enak karena sebentar lagi waktu berbuka akan tiba. Wahid juga mengajak masnya, tapi ia tetap keukeuh mau langsung kembali ke kota. Alhasil, saya hanya mengucapkan terima kasih karena sudah diantar.

Lampu-lampu di Tepi Sawah sudah menyala, kesan artistik sangat terasa. Bagaimana tidak, meja-kursinya ditata dengan rapi. Pemilihan lampu dan penataan ruangnya juga asyik. Tampak sekali kawan saya ini sangat serius mengonsep sekaligus menata kedainya. Ini keren. 

Wahid menghidangkan es buah dan penganan untuk berbuka. Es buah, gorengan dan kurma sebenarnya tidak ada di menu, katanya. Ini menu dadakan untuk orang yang mendadak ingin nonton padi. Tapi padinya baru dipanen. Jadi rasanya seperti Kasih Tak Sampai tea geun. Mestinya datang saat padi sedang hijau, atau sedang musim pare reuneuh. Pasti akan betah sembari mencicipi menu andalan Tepi Sawah. Tapi saat itu, mesti banget ada amben kayu atau bambu yang disesuaikan dengan konsep kedainya. Biar sayanya bisa rebahan. Istirah teh beneran ini mah. 

Maghrib tiba, Al dan Wisnu belum sampai juga. Yah, nyangkut di mana? Yang mau buka puasa kan mereka, saya mah besok puasanya. Tak berapa lama, Al datang dengan sepedanya dan cerita bila tadi ia buka puasa di gardu yang tak jauh dari Tepi Sawah, karena menyangka saya belum sampai. Juga, insiden saat melewati komplek pemakaman. Ada-ada aja. 

Sambil menikmati hidangan buka puasa yang disuguhkan, Wahid menceritakan Kedai Tepi Sawah ini baru 11 hari buka dan kami datang di hari ke-11. Wah! Kamu mau datang di hari ke berapa? 

Selain itu, Wahid juga menceritakan mengenai potensi pariwisata di daerahnya ini. Mulai dari jalur sepeda menuju Batu Gede, maupun jalur baru yang dibuat ke arah Batu Ngampar dan potensi pariwisata religi/ziarah yang ada di sekeliling Sayar. Ah, iya, tadi saya melewati salah satunya.

"Emang Sayar itu artinya apa?" Mulut saya mulai ceplas-ceplos, my bad.

Menurut Wahid, Sayar berasal dari kata sayaroh yang artinya kendaraan. Kendaraan? Hmm, ingatan saya melayang entah ke mana. Aigoo~ Pangeran... 

Oh ya, genk, Wahid ini salah satu pemuda yang bergabung di Pokdarwis Karangasem, Taktakan, Kota Serang. Karena itu ia tahu potensi apa yang dimiliki daerahnya. Apalagi menurutnya, banyak tamu-tamu dari luar kota yang berziarah ke makam panjang Ki Mas Dawa. Itu lho, makam yang panjangnya 8 meter. Juga ziarah ke Ki Buyut Sayar dan lainnya. Mungkin, salah satu alasan kenapa ia membuka kedai di kampung halamannya ini pun karena ingin mengangkat pariwisata daerahnya. Jadi, feel free untuk mampir kalau kamu sedang gowes di area Pancur, Sayar, ya, genk.

Kapan kita buka hati bareng di Tepi Sawah, beb? Agar tercipta harmoni antara aku, kamu dan calon sawah kita yang hektaran itu. Tentu saja untuk explore Sayar juga. Ehehe...

* * *

Tepi Sawah Coffee and Food

Instagram: @tepisawahcoffeeandfood

Buka Setiap Hari: 02.00 s.d 21.00 WIB | Ramadan: 16.00 s.d 21.00 WIB

Tersedia

Parkir Sepeda, Parkir Motor & Mobil, Toilet.

Lokasi



You Might Also Like

0 Comments