Seperti Katamu

Pesisir Lontar, 2013

seperti katamu,
kita tidak akan seabadi rasa kopi, atau gulali, sebab kita hanya bagian dari keganjilan semesta. lalu, kehilangan. kehilangan akan selalu menjadi akhir dari setiap pertemuan. itu yang kamu gambarkan sejak pertama kali mata kita bersitatap. itu pula yang kamu pikirkan ketika bibir kita tidak sengaja bertaut di sisi cangkir yang sama. dan itu pula yang kamu rasakan ketika langit di atas kita begitu koyak.

pucuk daun itu jatuh ke tanah, sebab angin terlalu kencang bersiut. gerimis yang kamu pandang dari balik jendela akan segera berubah menjadi hujan deras diiringi halilintar yang menyambar; kamu atau aku. berhati-hatilah. itu yang terlukis di dedak kopi dalam cangkir pagimu--saat kamu memikirkan aku.

seperti katamu,
kita tidak akan seabadi rasa kopi atau gulali, sebab kita hanya bagian dari keganjilan semesta. lalu, pertemuan. pertemuan tidak harus selalu diakhiri kehilangan. itu yang kamu katakan saat terakhir kali mata kita bersitatap. itu pula yang kamu pikirkan ketika bibir kita lagi-lagi tidak sengaja bertaut di sisi cangkir yang sama. dan itu pula yang kamu rasakan ketika langit di atas kita begitu sempurna.


batu karang itu barangkali masih sebesar seratus tahun lalu, sebab ombak di tepian ini terlalu lembut. perahu nelayan pulang sehabis melaut, dan kembali lagi ke laut saat kamu masih berdiri di tepi dermaga. selain asap tembakau, tak ada sepatah kata pun keluar dari mulutmu; selamat tinggal atau sampai jumpa. itu yang terlukis di dedak kopi dalam cangkir malammu--saat kamu tidak memikirkan aku. [*]

You Might Also Like

0 Comments