Ubrugan; Ajang ‘Tawuran’ Pemuda Desa
Tawuran.Berasal dari kata tawur yang berarti; perkelahian beramai-ramai; perkelahian massal (KBBI ver 1.1). Akhir-akhir ini kata itu menjadi popular di kalangan pelajar. Beritanya disiarkan di televisi, maupun di Koran. Tawuran pelajar SMA A dengan SMK B, SMP C dengan SMP D. Sebagai akibatnya, dari wajah bonyok karena terkena pukulan, hingga nyawa hilang. Entah karena permasalahan sepele, bahkan dendam turunan senior, semuanya terangkum dalam ajang baku hantam yang bisa terjadi kapan pun, dan di mana pun itu.
Namun, tahukah anda? Dahulu di daerah saya (Desa Turus, Kecamatan Patia, Pandeglang) juga ada semacam ‘tawuran’. Bedanya, jika tawuran pelajar membawa rantai, gir, samurai, dan senjata tajam lainnya, sedangkan ‘tawuran’ yang dilakukan anak-anak muda di kampung saya saat hendak menyerang anak-anak muda di kampung tetangga itu, hanyalah berbekal semacam beduk kecil yang dibuat dari kaleng—bekas susu, cat, atau kaleng lainnya, penutupnya terbuat dari plastik bekas permen, dan ikatannya dari karet gelang. Juga penabuh dari ranting yang dililit karet pada ujungnya.
Ubrugan, demikian kami menyebutnya. Dan tentu saja, ‘tawuran’ ini tidak akan menghilangkan nyawa, atau membuat wajah bonyok. Meski saling ejek, saling berhimpitan—semacam ingin menjatuhkan lawan, tidak pernah pula sekalipun pemukul beduk melayang ke kepala lawan, atau bagian tubuh lawannya. Karena barangkali, emosi mereka sudah tertumpah ke-seberapa-keras mereka memukul beduk mininya itu. Alhasil, sudah bisa dipastikan, apabila suasana sudah memanas, maka bunyi-bunyian itu akan semakin ramai. Semakin tidak berirama. Hingga beduk lawannya bolong atau rusak. Setelah itu, barulah mereka pulang. Entah membawa kemenangan karena beduk-beduk kelompoknya tidak rusak, atau sebaliknya.
Uniknya, untuk memulai ‘tawuran’ ini mudah. Pukul beduk satu kali di batas kampung, maka anak-anak kampung tetangga yang dipanggil itu akan membalas dengan pukulan di bedug-bedug mereka masing-masing sembari berdatangan ke batas kampung itu. Irama yang dihasilkan terdengar rancak, dan khas. Dan sayangnya, kegiatan ini tidak pernah dilakukan lagi. *
0 Comments