Tuturus Kacang
Entah cerita ini benar, atau tidak. Entah ini hanyalah karangan almarhum Ende (Kakek) saya ketika hendak menina-bobokan cucu-cucunya. Atau memang, ini adalah hasil dari apa yang ia rekam dari cerita-cerita sebelumnya. Dan bukankah itu sastra asli kita? Sastra tutur? Dan ini adalah cerita asal usul nama kampung di Kecamatan Patia, Pandeglang. Atau nama desa dimana keluarga besar saya tinggal.
Baiklah,
sebelumnya, marilah kita membuka lagi buku sejarah tentang Krakatau. Kepulauan
vulkanik yang masih aktif hingga sekarang, dan berada di Selat Sunda yang membelah
Pulau Jawa dan Sumatra. Barangkali ini adalah cerita basi, yang bisa membuat
anda mengucap ‘ciyus miyapah’, atau ‘terus gue harus salto sambil bilang pucuk,
pucuk, pucuk, gitu?’.
Tapi,
tidak apa. Saya akan tetap mengulasnya, sekedar pengingat bagi kita semua bahwa
setelah Krakatau Purba, Krakatau pernah ada. Pernah meluluh-lantakkan 195 desa
di sepanjang Merak hingga Karawang, Ujung Kulon hingga Sumatera bagian Selatan.
Pernah merenggut 36.000 jiwa, dan merenggut/menghilangkan dirinya sendiri dalam
letusan dahsyatnya pada tanggal 26-27 Agustus 1883. Dan peristiwa ini pernah
disaksikan kakek saya, hingga kemudian menjadikan kampung di dataran tinggi di
desa saya diberi nama Turus. Bukan Taurus[1],
atau Tartarus/Tartaros[2].
Itu
pula yang saya tanyakan kepada kakek saya ketika itu. Kenapa harus Turus?
Kenapa tidak pilih nama yang lain? Pakai Ci—;
atau Kadu—. Karena di Pandeglang
banyak sekali nama daerah yang memiliki awalan nama itu.
Dan
inilah jawaban kakek saya;
Syahdan, ketika
gelombang tsunami setinggi 40 meter menerjang desa-desa, termasuk desa di mana
kakek saya tinggal. Semua penduduk berlari menyelamatkan diri ke daerah dataran
tinggi yang dahulu menjadi huma atau ladang penduduk. Namun, air yang datang
rupanya lebih tinggi. Hingga mencapai ujung bambu untuk merambatkan tanaman
kacang panjang. Tuturus. Dari sanalah
kemudian nama tempat itu—yang tadinya tak bernama—diberi nama. Tuturus, sesuai
dengan sebutan bilah bambu untuk merambatkan tanaman kacang panjang itu. Namun,
entah siapa yang memulai kekacauan penyebutan nama itu. Hingga akhirnya menjadi
Turus saja. Tanpa Tu—.
Dan memang, bila
ditilik sampai tidaknya air di desa saya, di sana memang beberapa sisa-sisanya
masih ada. Semisal, batu karang, besar atau kecil, di beberapa tempat masih
ada. Kulit-kulit kerang (bukan kerang yang bisa dimakan), dan lainnya. Padahal,
sekali lagi saya sebutkan, desa kami jauh dari laut. Laut terdekat hanyalah
laut Panimbang di sebelah Barat yang jaraknya kurang lebih 20 kilometer. *
[1] Nama rasi bintang zodiak, dan
kerbau sebagai lambangnya.—peny
[2] Berasal dari mitologi Yunani Kuno
yang diasosiasikan sebagai suatu tempat di bawah tanah yang kelam dan kejam
(ada juga yang menyebutkannya sebagai neraka). Tartaros dipakai oleh Dewa Zeus
untuk mengurung sekaligus menghukum para perusak dan penjahat, seperti Titan,
Tantalos dan lainnya.—wikipedia
0 Comments