Selamat Ulang Tahun, Tee
29 Januari. Ah, itu hari ini. Dan usiaku bertambah, meski tidak aku inginkan. Tak ada kue tart, seperti biasa. Pun lilin-lilin segala rupa, balon, maupun kembang api. Bahkan, tak ada ucapan happy birthday, saengil chuka hamnida, selamat ulang tahun yang mampir pada ponsel butut yang kuberi nama Happy di tanganku. Aku sendirian. Dan ini bukan rumahku, atau kamar kost-ku. Sementara di luar, gerimis bergemerincing setelah hujan badai tadi.
'K-a-m-u d-i m-a-n-a-?' Jariku menari di atas keypad. Setelah selesai, segera kukirimkan pesan itu padanya, lelakiku. Sungguh, ini terasa aneh dan sedikit menyakitkan. Malam ini, tidak ada jarak. Aku di sini. Dan dia entah di mana. Pesan ucapan untuk ulang tahun pun tidak ada. Si bodoh! Kau akan mati! Seharusnya, kau di sini. Tidak ada hadiah pun tidak apa, asal kau duduk di sini, di sampingku. Batinku terus meracau.
Sebenarnya, aku tak mengharapkan apapun sebagai hadiah. Keinginanku malam ini tidak banyak-lebih 'sederhana' dibanding kata 'sulit'. Du-duk di- sam-ping-ku. Cukup. Tidak mengatakan apapun, tidak apa. Toh, aku pun bukan orang yang sangat senang dengan sistem penambahan usia ini. Apalah angka-angka dalam setiap tanggal lahir itu?
Satu menit.
Sepuluh.
Tiga puluh.
Ponselku masih mematung.
Sialan!
Dan ketika jarum jam menunjuk angka paling datar, akhirnya dia muncul. Tersenyum, dan siap merengkuh. Aku menyeringai dengan taring yang memanjang.
0 Comments