Aku Ingin Tidur Juga





Kay, hari ini kau sangat gelap. Dan terasa ada cuka di raut wajahmu! Ada apa Kay?
Jika kuibaratkan sebagai langit, dua hari ini dia tertutup awan absurd. Tak serupa awan, namun orang banyak bilang itu awan. Entahlah aku harus mendeskripsikannya seperti apa. Hanya saja, aku tak suka melihatnya seperti itu. Aku tak suka jika bibirnya tak menggariskan senyuman, baik untukku, dan untuk mereka.


Hingga saat ini, jam digital di sudut kanan laptopku menunjuk angka 2.27 AM, aku masih memikirkannya. Sesekali, aku meliriknya yang sudah lelap tak jauh dariku, tergeletak seperti bayi di ampar karpet bau debu. Ah, kami sekamar memang. Sekamar aula di kampus, karena sesore tadi sibuk mengurus kegiatan. Hah, aku suka iri padanya jika sudah begitu. Tak hanya malam ini aku melihatnya tergolek, dan mungkin sedang riang dengan mimpinya. Kadang, dengan berbagai cara aku membangunkannya. Entah dengan hanya menusuk-nusukkan jariku di bahunya, seolah jari telunjukku itu pisau yang mampu merobek tirai mimpinya, hingga aku bisa mengintip mimpi apa dia sebenarnya. Atau, hanya sekedar mengelus-elus kakinya yang berbulu lebat, sembari membalurkan lotion anti nyamuk. Dia sering terperanjat bangun, lalu terkulai kembali ketika aku menyeringai padanya.

"Kebiasaan," itulah yang sering dia gumamkan. Aku memang seperti terbiasa dengan ritual ini, dan aku senang melakukannya. Apalagi saat seperti sekarang, kau begitu muram. Aku benar-benar ingin memberimu hadiah, dengan memberi sedikit pijatan. Mungkin, dengan begitu, aku bisa sedikit menyingkap tabir jelaga di rautnya. Dan membuatnya tersenyum seperti sedia kala? Atau, mungkin, dia akan mengajakku ke mimpinya? Seperti dia yang selalu diam-diam menyusup ke mimpi-mimpiku.

You Might Also Like

0 Comments