Senja di Bawah Payung D


Baby's Breath
credit: greencarelandscapes.net


22 Oktober 2013

     Sore ini, saya janjian dengan kawan untuk menyerahkan tulisan pesanannya, juga dengan seorang kawan baru. Di bawah payung dengan huruf D di empat sisi, dan peringatan rokok di pinggirnya inilah, saya memakukan bokong saya. Menyelesaikan tulisan pesanan, dan mengobrol dengan kawan si empunya tempat yang sudah sedari awal di tempat ini. Sementara kawan baru yang saya tunggu, datang kemudian. Di tempat ini, kawan si empunya tempat ini bercerita tentang tugas kuliahnya, dan menanyakan beberapa hal. Setelah bertemu dengan kawan baru, kami mengobrol meski tersenggal-senggal sebab saya sibuk dengan tulisan (maaf, karena sambutan saya kurang, mungkin lain waktu kita berbincang dengan banyak keseruan).
     Dosen saya, Arip Senjaya atau Pak Kaji (Pak Haji dengan pengucapan cepat) kemudian datang bersama pasukan (maksud saya mahasiswanya yang sedang bimbingan skripsi). Seperti biasa, bapak dosen kami ini berbincang tentang segala hal. Menanyakan nasib skripsi saya. Bahkan menawarkan novel milik seorang kawannya untuk jadi bahan penelitian. Ini memang wujud dari promosinya. Sekaligus kenarsisannya. Hihi...
    Tapi, terus terang, dan demi apa saja yang saya sukai. Saya senang dengan dosen-dosen yang tidak mementingkan 'penghormatan' dari mahasiswanya. Maksud saya, mereka yang tidak sungkan bergabung dengan mahasiswa-mahasiswanya, ngopi, ngerokok, dan ngobrol santai tentang segala hal. Sebab, menurut saya, inilah cara 'penerapan ilmu' yang lebih baik dibanding ceramah di kelas. Apalagi banyak mahasiswa yang merasa kelas hanya sekedar absensi saja. Ilmu macam apa yang bisa diserap bila di kepala mereka hanya ada 'absen', kemudian?
     Soal menghormati seorang dosen, saya pernah ditegur oleh seorang dosen lain saat berbincang dengan Pak Arip ini dengan meng-aku-kan diri. Menurutnya, hal itu tidak masuk akal (tidak sopan). Saya hanya tertawa saja, kemudian menjawab dengan asal; "biasanya saya menggunakan 'loe', 'gue', kok, bu." Dosen yang menegur saya itu terlihat melipat mulutnya.

        Maksud saya, what the hell, dengan hal kecil macam itu. Setiap orang memiliki cara menghormati yang berbeda. Saya 'sangat, amat, lebih' menghormati dosen yang sering ngopi, ngerokok, atau nongkrong bareng dengan saya tanpa topeng 'absensi' (tentu saja saya tahu ini kalimat boros). Berbeda dengan dosen yang lebih 'meng-eksklusif-kan' diri. Saya hanya menghormati mereka (tanpa sangat). Bahkan lebih kepada; 'oh nilai Mata kuliah dosen itu harus mendapat A'. Saya rasa, semua mahasiswa pernah merasakan ini. Lebih banyak memakai topeng. Beberapa bahkan rela menjilat, kasarnya.
         Jadi, saat bertemu mereka, saya diam-diam membaca Sajak Palsu Agus R Sarjono. Apa mereka senang diberikan kepalsuan begitu? Memangnya tidak terpikir, ilmu yang mereka ceramahkan setiap hari masuk ke kepala-kepala mahasiswanya atau tidak, sebab yang dipikirkan mahasiswanya cuma absensi dan menjilat? Apa senang dijilat? Memangnya saya tidak akan bisa menghormati dosen-dosen yang berbincang santai dengan saya? Jujur, saya tidak senang melakukannya. Saya malah suka keuheul sama dosen-dosen yang mempunyai konsep 'menghormati' macam begitu (atuh apalagi mereka ke saya, ya? Hihihi...). Jadi tolong hentikan ego ingin dihormati dengan kelayakan seperti yang ada dalam kepala bapak dan ibu itu. please ini mah.
        Lalu, ada lagi seorang dosen dari fakultas lain berbicara di twitter tentang hal yang saat ini sedang memanas di Banten. Tapi, saat diajak ngobrol santai, malah seperti memberi kesan. 'akh, loe sama gue tuh nggak sederajat!'. Mungkin ia ingin forum resmi. Tapi kami mengajaknya di forum santai. Sebab, obrolan macam di warung kopi seperti ini kadang melahirkan lebih banyak hal. Sebab di sini juga ada keseriusan. Tidak hanya santai saja. Mungkin di forum resmi yang bicara sedikit, di forum santai orang-orang bisa bicara lantang. Mungkin... 
        Sudahlah! Mari kembali ke dosen yang sering saya panggil Pak Kaji ini. Ia adalah dosen sastra dan filsafat yang sering bernyanyi bersama kami. Selain tentu saja, kadang kalau ada yang tidak mengerti ceramahnya saat di kelas, mereka curhat dan langsung diberi penjelasan. Kalau sedang galau dengan 'pasukannya', ia pun suka curhat. Yah, tidak lebih dari; "Duh! Itu mahasiswa anu..." begitu saja, sih.
       Nah, sore ini sepertinya suasana hatinya sedang baik. Mungkin karena habis difoto dengan memakai batik yang kemudian langsung meminta saya mengunduhnya ke facebook dengan caption; Calon Gubernur Banten 2014-2019 (tapi kemudian dimintanya untuk dihapus setelah ia menatap ponselnya). Ia langsung menanyakan gitar pada warga Kafe Ide yang punya tempat. Ini akan menjadi sore yang asyik, pikir saya. Jarang-jarang Pak Kaji bergitar, padahal lagu-lagunya bagus, liriknya romantis, bahkan kadang liriknya lucu.
       Lihat saja, setelah gitar berada di tangannya, tawa segera terdengar. Apalagi kemudian ia menyanyikan lagu Untuk Doktor S dari Imaf, liriknya membuat tawa tidak berhenti. Dilanjut ke lagu jawaban atas lagu pertama Dari Imaf untuk Doktor S. Sepertinya ia membuat lirik dan langsung melagukannya di tempat ini. Asyik. Tidak lupa pula saya memintanya menyanyikan lagu yang sangat lebay (cara menyanyinya), tapi saya suka lagunya; 'Kuntum Tulip", dan lagu-lagu lainnya yang saya rekam dengan ponsel saya. Hingga tidak terasa malam datang. Nantilah, setelah agak bagus, saya upload lagu-lagunya. Hihihi. Ada juga, sih, video tutorial bermain gitar, dan cara bernyanyi yang benar. Tapi, saya kebetulan tidak membaca flashdisk, jadi tidak bisa memintanya. :'(
      Tapi bagi saya, inilah Kebahagiaan Kita Sekalian Abad Ini (Judul novel paling tipis karya Arip Senjaya). Menyederhanakan segala hal. Senja ini pun sederhana, tapi penuh tawa. Terima kasih, Pak Kaji~ (Hormat grak! Heuheu)


***
P.S: Gambar Bunga Baby's Breath ini sudah lama saya ingin pelihara. Konon, bunga ini memiliki arti suci pada hati, cinta yang tiada berakhir, kebahagiaan. Dan karena hari ini saya sedang bahagia, jadi, saya memakainya untuk penghias tulisan ini. Nah, jika kamu memilikinya di rumah, boleh kok, share ke saya. Hihi...

You Might Also Like

0 Comments