Hari Kebebasan Pers Sedunia 2025: Kebebasan Berekspresi dalam Menghadapi Revolusi AI

 




Setiap tanggal 3 Mei, dunia memperingati Hari Kebebasan Pers Sedunia sebagai bentuk penghormatan terhadap prinsip dasar kebebasan pers dan pengingat akan pentingnya hak berekspresi. Dilansir dari un.org, pada tahun 2025 ini, peringatan Hari Kebebasan Pers Sedunia mengambil tema besar yang sangat relevan dengan zaman: “Kebebasan Berekspresi dalam Menghadapi Revolusi AI”.

Teknologi AI dan Lanskap Baru Kebebasan Pers

Kecerdasan Buatan (AI) telah merevolusi cara kita mengakses, memproduksi, dan menyebarkan informasi. Dalam dunia jurnalisme dan media, AI menjadi alat yang sangat bermanfaat sekaligus penuh tantangan. Di satu sisi, AI memberikan peluang besar bagi kebebasan berekspresi—memperluas akses terhadap informasi, mendukung kerja jurnalistik, hingga memungkinkan komunikasi lintas batas dengan cara yang belum pernah terjadi sebelumnya. Namun, di sisi lain, AI juga menimbulkan kekhawatiran yang nyata. Dari penyebaran informasi palsu (disinformasi), ujaran kebencian daring, hingga praktik penyensoran baru yang dikendalikan oleh algoritma, teknologi ini dapat membatasi ruang bebas untuk berekspresi. Bahkan, AI digunakan dalam pengawasan massal yang menargetkan jurnalis dan aktivis, menciptakan efek “dingin” bagi kebebasan pers.

AI: Peluang atau Ancaman bagi Jurnalisme?

Di ruang redaksi, AI dapat mengotomatisasi proses penulisan berita, melakukan pengecekan fakta, serta membantu memverifikasi informasi di masa pemilu. Ini sangat membantu wartawan dalam menangani arus informasi yang deras dan kompleks. Namun ironisnya, alat-alat AI juga kerap mengambil konten media tanpa izin dan tanpa kompensasi yang layak, merugikan sumber aslinya. Hal ini memperburuk kondisi keuangan media independen yang sudah tertekan oleh persaingan dengan platform digital besar.

Kekhawatiran lainnya adalah tentang homogenisasi informasi. Dengan algoritma yang menyaring dan memprioritaskan konten tertentu, keragaman suara dalam media bisa terpinggirkan. Media kecil yang membawa perspektif alternatif bisa tergeser, mengancam pluralisme yang menjadi roh dari kebebasan pers.

Komitmen Global: Antara Teknologi, Hak, dan Etika

Peringatan Hari Kebebasan Pers Sedunia 2025 tidak hanya menjadi momen refleksi, tapi juga seruan untuk aksi kolaboratif. Pemerintah, organisasi media, teknologi, dan masyarakat sipil perlu bekerja sama untuk:

1. Melindungi hak kebebasan berekspresi dan privasi individu.

2. Mengatur penggunaan AI secara etis dan bertanggung jawab.

3. Menjamin jurnalisme tetap independen, pluralistik, dan inklusif.

4. Menumbuhkan literasi media dan kesadaran kritis masyarakat.

Dalam konteks ini, Pakta Digital Global PBB menyerukan pentingnya menanggapi tantangan teknologi tanpa mengorbankan hak-hak asasi manusia, khususnya kebebasan berekspresi.

Sejarah dan Makna Hari Kebebasan Pers

Hari Kebebasan Pers Sedunia ditetapkan oleh Majelis Umum PBB pada Desember 1993, berdasarkan rekomendasi Konferensi Umum UNESCO. Tanggal 3 Mei dipilih untuk memperingati Deklarasi Windhoek, yang ditandatangani pada 1991 di Namibia, sebagai tonggak penting dalam memperjuangkan media yang bebas dan independen.

Kini, setelah lebih dari 30 tahun, pesan yang dibawa oleh deklarasi tersebut tetap relevan: bahwa hak untuk mencari, menerima, dan menyampaikan informasi adalah dasar dari demokrasi yang sehat.

Hari Kebebasan Pers Sedunia 2025 mengajak kita semua untuk kembali meneguhkan komitmen terhadap nilai-nilai kebebasan, kejujuran, dan keterbukaan informasi. Di tengah derasnya arus teknologi seperti AI, suara-suara kebenaran tetap harus dijaga. Bukan hanya demi jurnalis, tetapi demi kita semua—masyarakat yang berhak tahu, bersuara, dan menentukan masa depan dengan informasi yang jujur dan adil.


You Might Also Like

0 Comments