Ini Catatan Seba Baduy 2022 Uday Suhada




Oleh Uday Suhada

Tiga hari terakhir sebagian besar waktu saya lebih difokuskan untuk menyambut rangkaian upacara adat Seba Baduy. 

Jumat pagi (6/5), sambil menunggu  kedatangan 160 delegasi dari Tatar Kanekes, bersama Niduparas Erlang dan Hao Dudin mengisi panggung besar melalui Bincang Budaya Baduy, yang digelar Disbudpar Lebak dan Museum Multatuli Rangkasbitung. 

Saya mengulas pemaknaan atas Seba Baduy, mulai dari filosofinya, pesan yang dibawa dan beragam perniknya. Inti Seba adalah menjaga ikatan silaturahmi antara masyarakat adat Kanekes dengan Pemerintah Kabupaten Lebak, Kabupaten Pandeglang, Kabupaten Serang dan Pemprov Banten, melalui Bapak/Ibu Gede-nya.

Pesannya pun sangat mendasar: memanusiakan manusia - memuliakan kehidupan; Tegakkan hukum untuk lahirnya rasa keadilan dan keteraturan sosial; Jaga hutan, gunung, sumber air, untuk melahirkan keseimbangan hidup dengan alam.

Dalam sebuah obrolan dengan sejumlah awak media, ada tanya yang penting. Apa yang dihadapi masyarakat adat Baduy saat ini? Saya melihat beberapa persoalan. Pertama, soal keterbatasan lahan garapan. Tanah Ulayat yang ada di Kanekes sekitar 5.100 hektar. Tiga ribu hektar diantaranya mereka jadikan hutan tutupan. Sedangkan perkampungan, huma dan hutan produksi hanya 2.000 hektar. 

Kedua, perkembangan teknologi, terutama android, yang saat ini hampir semua anak muda Baduy memilikinya. Tercatat ada 6.000 nomor telepon aktif atas nama warga Desa Kanekes. Ini dapat mengubah pola pikir dan sikap generasi muda Baduy. Sebab hanya sekitar 35% yang memanfaatkan android itu untuk kepentingan bisnis online dan komunikasi. Selebihnya, digunakan untuk bermedia sosial, baik Facebook, Instagram, Tiktok dan lainnya.

Generasi muda Baduy dengan leluasa dapat mengakses konten apa saja, di mana saja dan kapan saja, tanpa kontrol dari orang tua atau petugas adat. Ini bisa jadi sumber malapetaka bagi generasi penerus Baduy.

Salah satu alternatif solusi yang dihasilkan dalam sebuah musyawarah adat yang saya ikuti tahun lalu, adalah berharap kepada pemerintah daerah agar tanah Ulayat Baduy di-blank spot-kan, agar seluruh warga Baduy tidak bisa mengakses internet.

Ketiga, cara pandang yang salah dari masyarakat luar terhadap masyarakat adat Baduy. Selama ini masih terlalu banyak yang menganggap Baduy sebagai obyek wisata. Baduy dijadikan obyek wisata. Padahal mereka adalah sebuah peradaban manusia yang sudah ratusan tahun mampu mempertahankan nilai-nilai hidup. 

Pandangan seperti ini membuat para tokoh adat Baduy gelisah. Sehingga tahun 2006 saya,  Budityantri Prakosa (Ka Budi Prakosa) dan (alm) N. Wachyoedin menangkap kegelisahan itu dan berusaha mencari solusi, dengan menyusunkan draft Perdes bersama lembaga adat. Maka setelah berbulan-bulan lahirlah Perdes No.1 tahun 2007 tentang Saba Budaya dan Perlindungan Masyarakat Adat Tatar Kanekes (Baduy).

Di beberapa forum seminar yang digelar Kementerian Pariwisata, Perdes itu kemudian banyak diratifikasi oleh sejumlah masyarakat adat di beberapa daerah di Indonesia. Namun sayang, Perdes itu tidak didukung sepenuhnya oleh para pihak. Sehingga sosialisasinya sangat terbatas.

Maka pada momentum Seba kali ini, saya kembali menegaskan bahwa Baduy bukan tontonan, tapi tuntunan. Sebab di Baduy ada banyak local wisdom yang patut kita teladani. Saya juga tidak akan pernah lelah untuk terus membumikan SABA BUDAYA BADUY, BUKAN WISATA!

Malam saat ritual Seba dilangsungkan di pendopo Kabupaten Lebak, menurut Sekda dan Kadisbudpar Lebak, Bupati harus istirahat cukup untuk menjaga kesehatannya. Sehingga diwakili oleh Wabup dan jajarannya. 

Usai upacara adat Seba, warga Baduy disuguhi hiburan wayang golek dari daerah Sobang Lebak.

Kawasan alun-alun Rangkasbitung hari itu sangat ramai. Warga sekitar turut tumplek menyambut kedatangan peserta Seba Baduy. Sejumlah stand pameran nampak ramai. Permainan tradisional pun digelar oleh Disbudpar Lebak yang nampaknya disupport juga oleh Kemenparekraf. "Meriah".

Sabtu pagi, ketika sebagian besar delegasi melanjutkan misinya ke Provinsi, sebagian kecil utusan mendatangi pendopo Kabupaten Pandeglang, untuk melakukan ritual yang sama seperti di pendopo Kabupaten Lebak.

Sabtu siang sy diundang untuk menjadi narasumber diskusi sejenis di live streaming yang digelar di Museum Negeri Banten, bareng Kadis Pariwisata Provinsi Banten. Materi yang sy suguhkan tak jauh dari diskusi kemarin.

Sebelumnya saya perhatikan Sekda Banten sudah tampil menyambut kedatangan para delegasi penjaga alam itu. Sepertinya ia merasa betah berada di tengah-tengah warga Baduy di sudut tenda, sebelah selatan depan. 

Kepenatan kening sy terbasuh oleh suguhan kopi dari pengelola Museum Negeri Banten. Ditemani Bara Hudaya Kabid Kebudayaan Dindikbud, Rohaendi Kasi SDM Dispar, termasuk CEO Guludug Tipi .

Menjelang acara dimulai, sy diajak untuk menemani para pejabat Pemprov. Nampak Wagub, Ketua DPRD, Sekda, Kadispar, Kepala BPMD, KaSatpol PP dan sejumlah pejabat lainnya. 

Para pemburu berita tentu saja ada di sekeliling arena upacara Seba di dalam gedung utama. Seperti biasa, Jaro Tanggungan Duabelas sebagai penanggung jawab Seba menyampaikan apa saja amanat dari Tatar Kanekes. Khidmat.

Menariknya, dalam sambutannya Wagub menyampaikan produk hukum berupa Perda yang sudah dilahirkan pada hari ulang tahun saya (18 Maret 2022), yakni tentang Desa Adat. Tentu para tokoh adat Baduy menyambut hangat kebijakan itu. 

Minggu pagi, rombongan Seba Baduy itu menuju pendopo Kabupaten Serang. Untuk melakukan hal yang sama, Seba ke Bupati Serang. Disinilah seluruh rangkaian upacara adat Seba Baduy selesai. 

Di waktu yang sama, saya bergerak menuju rumah dinas Kapolda Banten. Selain untuk mempererat tali silaturahmi, juga untuk menjembatani kembali jalinan komunikasi antara Irjenpol Prof Dr. Rudy Heriyanto Adi Nugroho dengan para tokoh adat Baduy, pasca berakhirnya seluruh rangkaian upacara adat Seba Baduy. 

Keinginan Kapolda untuk bersilaturahmi dengan para delegasi Baduy, pertama kali disampaikan ke saya melalui "Puun Polda" (Alm) Asep Sukandarusman (Allahummaghfirlahu) dua Minggu sebelum Seba Baduy tahun lalu. Ketika disampaikan kepada para tokoh adat, mereka menyambut baik. Karenanya seusai acara Seba di Pendopo bupati Serang, seluruh delegasi (22 orang) sempat singgah ke rumah dinas Kapolda Banten.

Tahun ini pun demikian. Ketika dua hari sebelum acara, saya sampaikan informasi bahwa mereka akan Seba lagi, ternyata jawabannya diluar dugaan. Saya pikir jawabnya "oh iya kang Uday, salam untuk para Tetua Adat". Responnya ternyata "Silahkan Kang. Saya akan terima saudara-saudara kita dari Baduy. Arahkan saja ke rumdin Kapolda Kang," luar biasa mengejutkan sekaligus membanggakan. 

Seketika saya berkoordinasi dengan Jaro Tanggungan Duabelas dan Jaro Pamarentah. Alhamdulillah, mereka dengan 15 delegasi yang mewakili kembali bersedia mengunjungi rumah dinas Kapolda. 

Di hadapan Kapolda dan Ibu, Wakapolda, Dinintel dan para petinggi lainnya di lingkungan Polda Banten, Jaro Pamarentah Saija menyampaikan terima kasih atas penerimaan dan keramahan Kapolda dan jajarannya. Saija pun menyampaikan salah satu persoalan yang dihadapi komunitas adat Baduy saat ini, yakni soal keterbatasan lahan. 

Jenderal Rudy yang juga Profesor Doktor ini menyatakan "Saya siap membantu memperjuangkan aspirasi Saudara-saudara dari Baduy. Saya siap berkirim surat termasuk ke Bapak Presiden," tegasnya. 

Makin lega rasanya dada ini menyaksikan sesuatu yang baru kali ini terjadi, seorang Kapolda memberi ruang untuk para Pertapa di Pegunungan Kendeng itu. Mereka pulang diberi bekal yang lebih dari cukup. Bahkan buah tangan dari Kapolda diantar langsung menggunakan kendaraan Polda.  Terima kasih, Jenderal.

Menjelang pamitan, Kabid Humas Polda Banten mengajak saya dan Jaro Tanggungan Duabelas untuk menyampaikan siaran pers. Lagi-lagi saya tegaskan "Jika Anda hendak berkunjung ke Baduy, buang pikiran akan berwisata. Jangan jadikan Baduy sebagai obyek wisata atau tontonan. Gunakanlah istilah SABA BUDAYA BADUY, BUKAN WISATA!"

Meski lelah, usai acara itu malam seninnya saya harus menemui puluhan mahasiswa yang ingin menempa diri berkumpul dan diskusi dengan saya di sebuah tempat di kawasan Pasauran. Dan lelah saya itu terbayar dengan kepuasan batin.


Dikutip dari status facebook Ka Uday Suhada

You Might Also Like

0 Comments