Sebelum Mei Pergi
Mei sedang berlari. Hal-hal yang tertunda, sudah tak sabar untuk diselesaikan. Agenda yang sudah disusun sebelumnya, harus dilaksanakan dengan tepat. Tidak bisa menunggu dan banyak pembicaraan tak perlu. Mengganti rencana sudah tak bisa.
Tidak perlu mencari siapa yang paling bersalah di hari belakang. Kesalahan ada untuk diperbaiki, bukan untuk dijadikan bola panas yang tak terkendali. Menyadari kesalahan menjadi bagian dari pembelajaran kali ini. Karena merasa benar sendiri, hanya untuk anak kecil yang belum tahu arti hidup ini.
Kelelahan yang datang, bukan penghalang. Diam dan mendengarkan, melihat dan memperhatikan, menjadi bagian dari proses untuk mengenal segala hal. Termasuk, mengetahui dari arah mana kekeliruan itu datang.
Sesekali, kita harus membuang perasaan merasa benar, dan mulai mendengarkan orang lain menyelesaikan pembicaraan. Sesekali, aku mungkin akan berbicara mengenai tempat persembunyian paling nyaman. Juga perihal taman bunga di dadamu. Tentu dengan bumbu hari lalu yang lucu, dan kesialan yang pada akhirnya dapat ditertawakan. Aku juga akan mengatakan keinginan-keinginan yang selalu menjadi bagian paling membingungkan. Ingin ketenangan, misalnya. Bagi orang-orang seperti kita, ketidaktenangan atau kegelisahan adalah hal yang masih akan terus kita hadirkan. Tentu bukan untuk menjadi sembarangan, namun untuk terus berproses hingga akhirnya kita menemukan.
Kedamaian, barangkali hanya untuk mereka yang sudah mencapai titik dimana Tuhan mengisi seluruh bagian kehidupan, atau mereka yang sudah tidak bernyawa lagi. Selama manusia belum mati, kedamaian hanya niscaya. Katanya, dia yang belum mampu mencipta kedamaian di dalam diri, tidak akan bisa memberi kedamaian di semesta ini. Entahlah.
Tidak perlu mencari siapa yang paling bersalah di hari belakang. Kesalahan ada untuk diperbaiki, bukan untuk dijadikan bola panas yang tak terkendali. Menyadari kesalahan menjadi bagian dari pembelajaran kali ini. Karena merasa benar sendiri, hanya untuk anak kecil yang belum tahu arti hidup ini.
Kelelahan yang datang, bukan penghalang. Diam dan mendengarkan, melihat dan memperhatikan, menjadi bagian dari proses untuk mengenal segala hal. Termasuk, mengetahui dari arah mana kekeliruan itu datang.
Sesekali, kita harus membuang perasaan merasa benar, dan mulai mendengarkan orang lain menyelesaikan pembicaraan. Sesekali, aku mungkin akan berbicara mengenai tempat persembunyian paling nyaman. Juga perihal taman bunga di dadamu. Tentu dengan bumbu hari lalu yang lucu, dan kesialan yang pada akhirnya dapat ditertawakan. Aku juga akan mengatakan keinginan-keinginan yang selalu menjadi bagian paling membingungkan. Ingin ketenangan, misalnya. Bagi orang-orang seperti kita, ketidaktenangan atau kegelisahan adalah hal yang masih akan terus kita hadirkan. Tentu bukan untuk menjadi sembarangan, namun untuk terus berproses hingga akhirnya kita menemukan.
Kedamaian, barangkali hanya untuk mereka yang sudah mencapai titik dimana Tuhan mengisi seluruh bagian kehidupan, atau mereka yang sudah tidak bernyawa lagi. Selama manusia belum mati, kedamaian hanya niscaya. Katanya, dia yang belum mampu mencipta kedamaian di dalam diri, tidak akan bisa memberi kedamaian di semesta ini. Entahlah.
Karena itu, aku sangat berterima kasih pada mereka yang tetap bersedia berteman dan mendukungku secara penuh. Tentu mereka juga yang menjaga kepalaku. Sebelum Mei menambah hari lagi, aku akan mengatakan tidak penting siapa aku. Dan tentu, aku tetap menjadi aku menurutku, bukan aku menurutmu.
2 Comments
setuju banget, kadang kita saking fokusnya sama masalah ini itu, lupa kalau ada orang-orang yang selalu mendukung dan perhatian :)
ReplyDeleteIya, semoga kita masih diberi kesempatan untuk memberikan hal yang sama pada mereka. Setidaknya, mengucapkan terima kasih dan memberikan mendukungan pada mereka juga. :)
Delete