utherakalimaya.com

  • Home
  • Features
  • _ARTIKEL
  • _CATATAN
  • _UNDANGAN
  • DOKUMENTASI
  • contact


Sebenarnya sudah lama ingin mampir di Rumah Hutan Serang. Tapi karena satu dan lain hal, terutama sering ketinggalan 'hayu', akhirnya keinginan itu dipendam saja. Akhirnya, Rabu 31 Januari lalu, bersama kawan-kawan Eiger Cilegon yang sudah janjian ke hutan bareng, keinginan itu terlaksana juga.

Kami mengambil jalur Ciracas-Sayar, jalannya yang dulu sering dikeluhkan itu sudah diperbaiki sebagian. Yah, sebagian lagi sudah ada bolong-bolong dan gujlag-gejlugnya seperti keadaan jalan di tempat lainnya. Lalu lintas lancar, bahkan cenderung sepi. Mungkin akan berbeda jika kami mengambil jalur Taktakan yang lumayan memutar itu.

Jarak menuju Rumah Hutan melalui jalur Sayar ini kurang lebih 15 km. Pemandangannya menawan sekali. Selain disuguhi gugusan perbukitan, lembah, melewati komplek kuburan cina, juga di sisi kiri dan kanan atau di depan rumah penduduk itu menyuguhkan pemandangan yang membuat decak kagum; betapa tanah ini begitu subur. Bagaimana tidak, buah rambutan di depan rumah penduduk itu sudah hampir menyentuh tanah. Bahkan beberapa dahan tampak patah karena tak kuat menahan beban buah yang begitu melimpah. Selain rambutan, kecapi juga tidak ada bedanya. Di bawah pohon buah bernama latin Sandoricum koetjape itu berserakan di tanah. Tentu saja, buah durian juga begitu melimpah bila ditilik dari berjejarnya para pedagang buah itu di pingir jalan.

Berulang kali mulutku menggumamkan kata 'woah', dan mungkin kawan yang memboncengku sedikit terganggu karenanya. Meskipun dia tidak banyak komentar karena dia juga sibuk mengambil gambar video perjalanan dengan satu tangan memegang stang motor. Plis, jangan ditiru ya. Aku juga ngeri sebenarnya dan beberapa kali meminta ponselnya untuk aku ambilkan saja. Tapi, dasar badung, ya gitu... Muahaha...

Sesampainya di area parkir Rumah Hutan, kendaraan dihentikan. Stang dikunci, dan tentu saja menitipkan ke empunya lahan untuk dijaga selama kami masuk area perkebunan warga itu. Sebenarnya, di hari tanpa hujan, banyak orang yang membawa kendaraan langsung ke lokasi Rumah Hutan. Tapi hujan yang mengguyur Kota Serang membuat jalan menuju tempat favorit para tukang selfie itu menjadi licin. Belum lagi cerita mengenai kesulitan saat minggu sebelumnya kawanku memaksakan diri membawa kendaraan ke lokasi. Meskipun dia sendiri dengan bangga menunjukan betapa ia bisa melewati jalan licin itu, meski saling dorong dengan kawan lainnya.

Suara air menyambut di kejauhan. Aku bertanya padanya apa memang jalan di depan ada aliran sungai? Dan kawanku itu menjawab iya. Sebenarnya, jarak tempuh dari tempat menitipkan kendaraan hingga ke lokasi Rumah Hutan tidak terlalu jauh andai di perjalanan tidak terlalu banyak selfie, atau sengaja berjalan pelan. Karena maksud kedatangan kami hendak menunggu durian, maka kami juga termasuk bagian dari yang pelan berjalan sembari selfie dan memotret sekitar. Hihi.. Oho! Tentu saja sambil mengomentari plang peringatan yang dipasang pengelola Rumah Hutan itu. Salah satunya, dilarang untuk pulang terlalu sore, juga larangan untuk berpelukan di area itu bila belum muhrim dengan embel-embel mistismenya.

Aku sengaja mengambil gambar untuk larangan itu, bukan untuk mengingatkan. Tapi untuk ditunjukan padamu, duhai para Natural Bending. Sekaligus mencandai kawan Eiger Cilegon untuk tidak saling berpelukan, meskipun sama-sama jomblo dan sama-sama lelaki. Bukan apa-apa, hanya untuk menjaga agar penjaga tempat itu tidak kaget melihatnya. Heu...


Setelah melewati jalur menanjak dengan gurat bekas roda kendaraan yang dalam, bebatuan di pintu masuk menyambut kami. Suara salam kami teriakan pada seorang perempuan yang sedang tertidur di saung dekat pintu masuk. Dasar memang orang doyan ke hutan, kami santai saja meneriakannya dilanjutkan dengan menanyakan durian. Tapi, saat kakiku baru beberapa langkah saja memasuki area Rumah Hutan, pohon durian di dekatku menjatuhkan buahnya di dahan sebelah kiri jalan. Hampir semua orang di sana, termasuk ibu di saung itu meneriakan kata 'awas' padaku. Tentu aku mundur dan melihat area jatuh yang lumayan jauh itu. Sebagai orang Indonesia yang punya stok 'untung atau beruntung', durian yang jatuh bukan yang di atas kepalaku. Heu... Nuhun, ah.

Memasuki lebih dalam Rumah Hutan, lapangan tenis, beberapa saung yang masih kokoh dan satu yang sudah roboh, Warung Bu Mar yang akhirnya kami tahu ia bercita-cita membuka toko retail Indo-Mar yang menjual segala macam bahan pangan termasuk anak ayam--saran Farid, sih. Juga, ada rumah baca di area puncak, mushola, dan fasilitas lainnya yang sering dijadikan tempat selfie pengunjung. Karena dalam daftar niatku tidak ada selfie, jadi aku fokus ke durian saja. Meskipun beberapa kali diminta untuk memotretkan para jalu itu. Kesal, sih, tapi selama ada durian dan kopi, tidak apa-apa sesekali menjadi juru foto. Heu.

Awalnya kami hanya memesan tiga durian yang dibuka dengan cara teramat tidak durianwi oleh Bu Mar, tapi ketika bapak datang dari kebun lainnya kami langsung disodori durian lainnya. Bu Mar dan ibu yang tidur di saung itu ikut mengomentari dan menjuluki durian yang disodorkan. Durian Syahrini karena kuning dagingnya sangat mulus dan embel-embel lain. Dalam hatiku, thanks God, mereka tidak menyebut Mamah Dedeh. Aku sedang malas curhat.

Lai atau lay atau durian kuning, sebutan untuk varian yang disodorkan bapak itu. Bentuknya buahnya seperti durian, tapi tidak memiliki bau seperti durian. Rasanya seperti saat kamu memakan ubi mentah. Tapi, lumayanlah sebagainya hadiah ulang tahunku. Selain buah itu, bapak juga menyodorkan pisang yang ia bawa dari kebun sebelah, Bu Mar membiarkan kami memanjat rambutan dan celotehan menyegarkan yang Jawa Serang (Jaseng) banget itu. Aku sedikit tahu beberapa kata Jawa Serang, sementara kata atau kalimat lain minta diterjemahkan kawan yang terbiasa berkomunikasi memakai bahasa Jawa.

Bu Mar banyak bercerita keinginan membuat toko retail Indo-Mar itu, juga perihal anjing yang ditembak mati para pemburu durian di malam hari. Awalnya ada 6 anjing yang menjaga Rumah Hutan itu, tapi di musim durian, banyak orang jahat yang sengaja membunuh anjing itu agar dapat mengambil durian yang jatuh tanpa diketahui orang penjaga yang terlelap di saung. Ia juga bercerita mengenai kebiasaan pengunjung. Bahkan menurutnya, ada seorang pengunjung yang begitu penasaran perihal asal muasal dirinya yang dianggap mirip orang Ambon. Pengunjung itu sampai menguntitnya ke dapur hanya untuk memuaskan keingintahuannya itu. Hingga akhirnya, pengunjung itu pula bertanya 'sejak kapan ia masuk Islam?' dan Bu Mar langsung menjawabnya 'baru kemarin', saking kesalnya.

Cerita Bu Mar itu membuat kami mengutuk sekaligus tergelak di beberapa bagian. Kami mengutuk kejulidan orang yang tega menembak anjing penjaga itu, sekaligus tergelak mengenai aksi pengunjung dan jawaban Bu Mar itu. Tentu, kami juga mencandainya di beberapa bagian. Kami katakan pada Bu Mar bila pengunjung itu mungkin tertarik pada Bu Mar dan selorohan lainnya yang menambah gelak tawa kami saja.

Saat pamit pulang, Bu Mar menghitung durian yang kami makan tanpa menghitung buah-buahan lainnya, termasuk lai itu. Total tiga durian ditambah durian yang Bu Mar sebut tidak enak, tapi dipaksakan untuk dibawa saja. Ah, tentu saja pisang juga kami bawa pulang. Apalagi Bu Mar mengatakan di sana pisang tidak akan ada yang makan. Alhamdulillah, ya jalan-jalan rasa ngalasan. Terima kasih, Rumah Hutan Cidampit, Bu Mar, Bapak dan Ibu yang bertemu di sana. Beri kabar kalau si Gadis turun ya. :-D
  • 0 Comments


Sudah dua kali kehilangan sepatu, aku jadi penasaran pada para maling yang kutaksir lelaki itu. Dia ingin bergaya atau kehabisan biaya untuk mabuk? Mengingat sepatu jenis itu biasa dipakai para lelaki, sih. Jadi nggak heran juga kalau dia dengan alasan apapun ingin memiliki sepatu itu, meskipun dengan cara mencurinya dariku.

Yah, kehilangan sepatu mungkin bukan hal yang besar, tidak seperti kehilangan kamu. Eh? Tapi kamu juga pasti tahu. Setiap kehilangan selalu membawa kesedihan dan kekesalan masing-masing. Sekarang aku kesal, kesal karena sepatu yang hanya kugunakan jika aku hendak bepergian masuk hutan. Dan besok, aku mau pergi ke hutan.

Meskipun kesal, berpikir sepatu itu dicuri untuk bergaya, aku mensyukurinya juga. Syukur karena dipakai oleh si malingnya. Tapi, kalau dicuri untuk kemudian dijual agar bisa menambah biaya mabuk-mabukan para berandalan itu... Duh aku ikut berdosa  eh apa ya kata lain dari dosa? Hmm..., apapunlah. Mungkin kasihan kali, ya? Kasihan karena kalau memang benar dijual, sepatu itu pasti tidak dihargai dengan maksimal. 

Alasan? Pertama, harga sewaktu aku beli barunya juga tidak mahal. Kedua, ya memang tidak mahal. Ketiga, murahan. Walaupun memang nyaman dipakai, sih. Bagiku, kenyamanannya itu yang mahal.

Pada akhirnya, kita akhiri saja kabar kehilangan ini dengan kata kunci 'ya sudahlah'. Kita anggap saja dia ingin mencoba menelusuri hal-hal yang telah dilalui sepatu itu. Termasuk, kajalikeuh dan menginjak oo kebo. :))

  • 0 Comments



Secara garis besar, film garapan sutradara Jang Chang Won ini bercerita mengenai aksi para penipu yang menipu para tukang tipu dengan cara sempurna. Tentu saja, sebelum menipu mereka memiliki rencana yang ditata dengan apik hingga penipu ulung sekalipun tidak menyadari jika dirinya sedang ditipu. Aksi Hyun Bin, Bae Sung Woo, Nana, Park Sung Woong, Yoo Ji Tae di film ini bahkan mampu menipu para penontonnya.

Film yang merajai box office Korea selama 2 pekan ini dibuka dengan cerita terkuaknya penipuan skema ponzi yang didirikan oleh Jang Dong Chil yang memakan banyak korban di tahun 2008 lalu. Salah satu korban penipuan ini bahkan langsung bunuh diri saking tidak dapat menerima kenyataan bila seluruh warisan ayahnya yang disetorkan dibawa kabur pimpinan perusahaan itu.

Di sisi lain, Ji Sung (Hyun Bin) sedang dikejar polisi karena melakukan penipuan. Ia langsung masuk ke tempat ayahnya mengerjakan pesanan parport palsu. Tapi, pekerjaan terakhir yang direncanakan ayahnya itu ternyata merenggut nyawanya. Ia ditemukan mati tergantung di sebuah gudang dekat pelabuhan. Meskipun polisi menyimpulkan ia bunuh diri, tapi Ji Sung meyakini bila ayahnya telah dibunuh dan dibuat seolah bunuh diri. Ji Sung ingat mengenai pekerjaan terakhir ayahnya, ia pun mulai mencari tahu siapa pembunuh ayahnya itu.

Saat Ji Sung sedang berduka, di televisi diberitakan mengenai Jang Dong Chil yang melarikan diri ke luar negeri. Ji Sung pun tidak tinggal diam. Ia mencari ke luar negeri. Sementara itu, di toko perhiasan, seorang perempuan muda, Choon Ja (Nana) melakukan aksi penipuan bersama komplotannya, Ko Suk Dong (Bae Sung Wo) dan Chief Kim (An Se Ha). Di tempat lainnya, jaksa Park Hee So (Yoo Ji Tae) menguak kasus suap yang terjadi di tubuh kepolisian. Kasus suap yang dilakukan Jang Dong Chil itu tidak hanya terjadi di tubuh kepolisian, namun para pejabat lainnya juga terlibat di dalamnya. Termasuk atasan Park Hee So.

Karena itu, demi memburu dalangnya, ia bekerja sama dengan Suk Dong, Chief Kim dan Choon Ja. Penyelidikan mereka sampai pada orang yang telah ditipu Ji Sung, Lee Kang Suk (Choi Duk Moon). Dari kasus itu pula mereka bertemu Ji Sung, menangkapnya dan melakukan perjanjian kerja sama untuk menangkap Jang Dong Chil.

Dibantu Jaksa Park Hee So, aksi para penipu ini berlanjut. Untuk menangkap orang-orang yang berhubungan dengan Jang Dong Chil, mereka melakukan perencanaan yang matang di bawah komando Ji Sung. Mereka bertemu langsung dengan tangan kanan Jang Dong Chil, Kwak Seung Gun (Park Sung Woon) melalui Lee Kang Suk. Apakah mereka berhasil menangkap Jang Dong Chil?

Kamu pasti sedang membayangkan para penipu sedang membantu seorang jaksa kan? Itulah kenapa aku katakan, bila film ini bisa menipu para penontonnya. Jadi, harap berkonsentrasi saat menonton film yang sejak tayang perdana pada 22 November lalu ini telah ditonton 2,9 juta orang. Ah, tentu angka itu sudah bertambah sekarang. Apalagi film ini juga didistribusikan ke negara-negara seperti Hongkong, Selandia Baru, Australia, Filipina, Macau, Inggris dan negara-negara di Amerika Utara.

 Profile

    Movie: The Swindlers (English title)
    Revised romanization: Ggoon
    Hangul: 꾼
    Director: Jang Chang-Won
    Writer: Jang Chang-Won
    Producer: Sung Chang-Yeon, Oh Seung-Hyun
    Cinematographer: Lee Tae-Yoon
    Release Date: November 22, 2017
    Runtime: 117 min.
    Genre: Crime
    Distributor: Showbox
    Language: Korean
    Country: South Korea

Cast
           

Hyun-Bin             Yoo Ji-Tae                   Bae Sung-Woo     Park Sung-Woong
sebagai                   sebagai                         sebagai                   sebagai
Hwang Ji-Sung     Jaksa Park Hee-Soo     Ko Suk-Dong        Kwak Seung-Gun
       
Nana           An Se-Ha     Choi Duk-Moon
sebagai         sebagai          sebagai
Choon-Ja     Chief Kim     Lee Kang-Suk

Additional Cast Members:
    Choi Il-Hwa - Lawmaker Sung
    Heo Sung-Tae - Jang Du-Chil
    Kim Tae-Hoon - Public Prosecutor General
    Jung Jin-Young - Hwang Yoo-Suk
    Oh Tae-Kyung - Tae-Dong
    Cha Soon-Bae - CEO Kang
    Jin Seon-Kyu - older cousin


  • 0 Comments

Where we are now

o

About me

a


@NYIMASK

"Selamat datang dan selamat membaca. Semoga kita semua selalu sehat, berbahagia, dan berkelimpahan rezeki dari arah mana saja.”


Follow Us

  • bloglovin
  • pinterest
  • instagram
  • facebook
  • Instagram

recent posts

Labels

#dirumahaja #tukarcerita Artikel Catatan Perjalanan Celoteh Cerpen E-Book Esai Info Lomba Journey Jurnal Kamar Penulis Lowongan Kerja Naskah Poject Promo Puisi Slider Undangan

instagram

PT. iBhumi Jagat Nuswantara | Template Created By :Blogger Templates | ThemeXpose . All Rights Reserved.

Back to top