Motif Batik Baru di Tahun Baru Dari Batik Pandeglang



Apa yang kamu pikirkan saat mendengar kata 'batik'? Motifnya yang unik? Itu salah satunya. Tapi, ada hal lain yang selalu membuat ribuan kupu-kupu beterbangan di perut saya ketika berbicara mengenai batik. Seolah, masing-masing dari mereka (kupu-kupu itu) mewakili berbagai unsur dari batik itu sendiri.

Batik bagi saya bukan hanya persoalan motif. Siapapun bisa membuat motif dan mengaplikasikannya pada kain. Batik lebih ahung--lebih luhur dari yang terluhur, karena di sana mengandung banyak unsur dari suatu peradaban. Ada masyarakat, budaya, sosial, alam dan tentu saja ekonomi pada akhirnya.

Dulu, saya juga hanya berfokus pada motif di selembar kainnya saja. Tapi, setelah diperkenalkan pada proses panjangnya di Sanggar Batik Cikadu Tanjung Lesung, saya langsung taubatan nasuha. Rasanya saya ingin memohon maaf pada pembuat motif, pembuat cap, pengrajin dan pada semua benda yang ada pada selembar kain yang saya pakai itu. Apalagi pada kepala-kepala yang terus berpikir untuk melakukan pemberdayaan masyarakat melalui kain dan canting itu. Sebab, ada proses yang begitu panjang untuk menghasilkan selembar kain yang indah itu.

Proses panjang itu mulai dari riset, pembuatan motif yang akan diaplikasikan pada kain, pembuatan cap (jika batik cap) dan proses pencantingan (jika batik cap). Belum lagi persoalan paten motif, hak cipta dan hal lainnya yang ribet itu. Nah, itu yang kemudian membuat saya canggung untuk menawar harga satu kain batik. Kecuali kain bermotif hasil print, sih. Saya pasti mati-matian menawar. Ha. Alasananya? Karena itu bukan batik. Pffft. :-p

Meskipun tentu saja, baik kain batin dan kain printing, sama-sama mengalami proses. Bedanya mungkin hanya ada pada misi di baliknya saja. Batik lebih ke alih wahana dari budaya di lingkungan tertentu dengan mengerahkan kekuatan masyarakat di sekitarnya, diakhiri dengan perbaikan ekonomi masyarakatnya. Sedangkan printing, misi utamanya tentu ekonomi. Bagaimana menghasilkan kain yang serupa batik, dengan ongkos produksi yang murah, dan tidak terlalu banyak menggunakan sumber daya manusia di sekitarnya. Kesan yang penting 'perut terisi', lebih banyak di yang kedua itu.

Beberapa hari sebelum tahun baru, saya diajak untuk memandu acara Gelar Karya Batik Pandeglang. Tentu saja saya langsung oke. Kapan lagi saya bisa menutup 2017 dengan suatu acara yang dipenuhi unsur 'budaya kampung halaman' seperti ini. Meskipun kadang, konsep acara yang diselenggarakan pemerintahan membuat saya sedikit begah; tidak bisa terlalu kancolah. Padahal, saya lebih suka kancolah yang dibayar dibanding kancolah tapi mengeluarkan biaya dan kamu tidak tahu pula. Aheuheu.

Doc. Haki Batik Pandeglang
Batik Pandeglang memiliki motif dengan nama-nama yang 'pandeglang banget'. Setidaknya ada 14 motif baru yang disuguhkan pada malam 31 Desember 2017 lalu. 8 motif diantaranya digelar oleh peraga dari Kaka Teteh Pandeglang. Salah satunya motif Pandeglang Berkah. Motif ini memadukan karakteristik geografis, karakteristik masyarakat dan budaya di Kabupaten Pandeglang. Dengan ornamen pokok Gunung Pulosari, savana Ujung Kulon dan Pantai Tanjung Lesung. Ornamen pendukungnya cula badak dan kaligrafi 8 sudut. Hmm, 8? Benar 8 sudut? Coba kita hitung. Hihi
Eh, tapi di penjelasannya sih 9 sudut, cerminan dari (1) Rosul, (2) 4 Kalifah (Abu Bakar, Umar, Utsman dan Ali), (3) 4 Imam Madzhab (Syafi'ie, Hanafi, Maliki dan Hambali) dan (4) Tokoh Wali songo  yang memiliki andil besar dalam penyebaran Islam. Khususnya Syarif Hidayatullah sehingga saat ini Pandeglang dikenal sebagai Kota Santri yang memiliki hampir 99,9% penduduk beragama Islam.
Doc. Haki Batik Pandeglang
Motif lainnya yaitu Pandeglang Tawadhu. Sumber idenya dari lumbung padi dengan ornamen pokok simbolisasi pare saranggeong dan ornamen pendukung leuit dan daun padi. Makna dan harapan yang dikandung batik ini sangat ahung sekali, gaes
Seperti ilmu padi, makin berisi semakin menunduk. Keberhasilan dan kekayaan yang diperoleh dalam kehidupan ini hanya semata milik Sang Pencipta (simbol leuit dan padi). Diharapkan orang yang mengenakan batik motif ini memiliki sifat tawadhu dan tidak sombong.  
Nah, kalau kamu menggunakan batik ini dan kamu tetap sombong, kamu pasti akan katulah, gaes. Jadi, hati-hati ya. Bersihkan hati dulu, baru pilih batik ini untuk jamang (baju) atau sinjang (kain) kamu.

Motif lainnya yaitu Jojorong Sapasung, Kaceprek Sapalengpeng, Kadu Sasangkot, Gula Kawung Sakojor, Taleus Sabeuti Pandan Sadapur, Peuteuy Sapapan Jengkol Sapalekpek, Leuit Salisung, Pare Sapocong, dan lainnya.  

Acara yang digelar di Coconut Island Carita itu dihadiri Bupati Pandeglang, Irna Narulita, Anggota DPR Komisi I, Rd. Dimyati Natakusumah dan keluarga besarnya, Dandim 0601 Pandeglang, Kapolres Pandeglang dan jajaran OPD Kab. Pandeglang, dan tentu saja tamu undangan. Selain Gelar Karya Batik Pandeglang, acara ini juga diisi dengan penyerahan motif secara dari perancang dan designer dari CV. Akasia dan penyerahan HAKI kepada pemerintah Kabupaten Pandeglang.

Doc. Om Boim/panitia
Ada beberapa hal yang lupa saya tanyakan pada Teh Irna malam itu adalah apa yang bisa saya lakukan untuk membantu Pandeglang? Juga, perawatan di mana--ajak-ajak sih? Lha? Selain tentu saja, ini paling pentingnya, tips dan trik dapat suami yang super cucok ya boo. Uwuwuwu. Mungkin lain waktu akan saya tanyakan untuk dua pertanyaan terakhir itu. Itu pun kalau saya diberi kesempatan memegang microphone di acara yang dihadirinya. Siapa tahu setelah acara itu saya ditraktir makan goreng jengkol atau kulub peuteuy dan goreng ongong. Kan kenyang. Heu.

Ah, saya berharap dengan keberadaan batik ini, tidak mengedepankan soal timbal balik ekonomi atau memperkaya diri sendiri, tapi benar-benar mengedepankan pemberdayaan masyarakat di Kabupaten Pandeglang. Kan saya jadi banyak bahan untuk dituliskan lagi. Atau pada bagian itu, saya bisa menyumbangkan ide tanpa wani piro terlebih dahulu, tentu. Paling syaratnya saja yang rada ngaberebet smet. Then, I'm ready to come home.

Bagaimanapun, saya harus mengucapkan terima kasih pada penyelenggara acara Disperindag dan ESDM Kab. Pandeglang, khususnya pada Om Boim yang sudah mengajak--maafkan saya kurang kancolah, partner di pentas Cleo Lumanto yang keren abis, Dede GMZ Kaka Teteh Pandeglang yang saya lupa nama masing-masingnya tapi salah satunya saya tahu ada akamsi (anak kampung sini alias orang Teluk, Labuan), Batik Cikadu Tanjung Lesung yang sudah 'pakai aja' gaun cantik motif laut, pengisi acara dari SMAN 4 Pandeglang (Sekolah oe cucok gitu, Seni Budayanya), Sanggar Ringkang Gumilang (kalau nggak salah nama), para perias yang sudah merias saya yang bawel dan sotoy padahal disuruh dandan sendiri nggak bisa (Bagas, lu utang rias ya say. Kezel kamu nggak ikut), management Coconut Islan dan babang-babang satpamnya. Baik yang udah buatkan kopi pertama di Januari 2018, juga yang mengantar ke Mandalawangi. Terima kasih dan semoga bertemu lagi di lain kesempatan. 


You Might Also Like

0 Comments