utherakalimaya.com

  • Home
  • Features
  • _ARTIKEL
  • _CATATAN
  • _UNDANGAN
  • DOKUMENTASI
  • contact


di geladak sudah tercium kata-kata
anyir seperti bangkai, di antara bayang-bayang
kausebut hidup adalah perjudian
dan aku mengangguk
untuk yang tak terkata

kau mengarungi lautan, dengan riang
menjemput yang akan datang. Kaukutuk masa silam
sambil merapikan rambut dan kenangan
kapal melaju, sunyi merambat jauh
ke palung-palung di batinmu

di dasar laut takdir bisa saja semacam gurita
kemana kau berlayar ia akan mengantar
bersama waktu yang tak letih berkibar
di angkasa burung-burung terbakar
dibidik terik dan gerimis. Di lengkung langit
cakrawala menuju waktu, mengepungmu
sampai senja berakhir, sampai luka tak lagi ngalir

tetapi apakah artinya senja? Tak lain adalah waktu
berkesiur di tengah bakau dan buih ombak
hingga memutih sayapnya, mengeras dagunya
menantimu setelah lenyap segala kata

dan aku –tahukah kamu?—akulah gurita itu
senja dan waktu yang kausebut sebagai kepulanganmu

2001
WAN ANWAR
  • 0 Comments


aku menjadi batu karena laut merenggutmu dari dekapku
aku dibakar matahari, ditikam-tikam dingin
tapi tetap bergeming menghadap laut
menunggumu tak pulang-pulang

siang malam bagiku tak lagi beda
tajam karang dan hujan tak terasa
pasir berubah jadi permata, bumi gundah
mengajariku mengunyah-ngunyah nestapa

aku menjadi batu, pertanda setia
walau beribu musim datang menggoda
tak sekerling pun aku berpaling
kupandangi luas lautan, kutembusi remang pelabuhan
menunggumu yang mungkin telah menjadi lautan

2002

WAN ANWAR
  • 0 Comments


seperti ada rintih dari reruntuhan benteng itu
bukan, mungkin bukan kesedihan, karena laju waktu
siapapun toh tak bisa menahannya. Di arah utara
bulan menggaris tanda, menunjuk jejak
dulu ada negeri yang memancarkan warna pelangi

tapi seperti ada rintih, seperti ada teriak
kata-kata tak tercatat –ringkik kuda
erang penjaga, serapah prajurit, gumam tak menentu
para pembantu. Selebihnya komando, senyum licik, tipu daya
kini seluruhnya tinggal cerita

seperti ada rintih, juga hari ini, ketika bulan menyisir
gelap pasir dan kita tak letih-letihnya menafsir
membayangkan sebuah negeri dibangun
kemudian lantak di puncak nikmat. Seperti ada rintih
dan kita tak sanggup mengenangkannya

2002
WAN ANWAR
  • 0 Comments

kepadamu ingin kutunjukkan kerasnya hidup
matahari berkali-kali menggelincir dari dekapan
pagi sering terlalu singkat menghampiri
lihatlah deret perahu tertambat, drum-drum kosong
ceceran minyak di dermaga tua, bau bacin
melekat di rumah kumuh. Pasar seperti rimba belukar
penduduk sudah sama-sama bangkrut
mari susuri bentangan jalan ini, aspal berlobang
angkot-angkot tanpa penumpang
lalu-lalang orang, sepi turun dari keluasan langit
yang dulu terang benderang

ingin kutunjukkan kepadamu sisa masa silam
terbenam di laut yang mulai surut. Kanal-kanal bau busuk
tubuh panu dan berdaki, rambut gimpal tak tercukur
urat leher tercekik, perut tipis
kekerasan menyembul dari iga dan tulang pipi
siapakah kehilangan tanah air, hingga di kota
jauh dari jejak kraton, orang-orang turun ke jalan
membentangkan impian, menggadaikan para penduduk
kini kita di sini, seperti tiga anjing kampung
lapar dan galak mengunyah sisa detak

kepadamu, setelah ribuan perih menagih
kusodorkan gambar nyata keluarga
namun jangan kau tulis puisi –kata-katamu
tak akan mengubah gelap laut menjadi biru

2002
WAN ANWAR
  • 0 Comments

aku ingin secoklat musim
mengecap gembur lumpur di sawah
menjadi ladang-ladang ibadah
para penduduk bermata tabah

aku ingin sebiru angkasa
gunung kokoh menjulang
menjadi pedoman para pejalan
berangkat subuh pulang petang

aku ingin sehijau kulit mangga
rimbun pohon di simpang jalan
menjadi sarang-sarang burung
dari incaran para penembak

aku ingin sejernih air kelapa
air kali atau deras pancuran
menjadi pembasuh tubuh dan ruh
bertulang wudlu berurat niat

aku ingin sekuning kulit padi
hangat cahaya matahari
menjadi darah dan gairah
pundak yang menyangga resah

aku ingin menjadi tanah
tempat kau rebah istirah

2004
WAN ANWAR
  • 0 Comments
(1)
kota ini telah dibelah, sungai bercabang
seperti raut pada rahangmu dan hidup yang sehening batu
setajam pucuk ombak, sengilu langit bisu

mestinya kita sekeras kayu belian
menyangga rumah dan sisa-sisa kedengkian
tapi ribuan tombak kembali menikam punggung kita
jembatan dan tepian mengekalkan jarak matamu dengan mataku

kota ini telah dibelah, malam serimbun hutan
barangkali kita harus belajar lagi menyalakan impian

 


(2)
Kita telah jatuh dari puncak biru gunung
Bergulingan di dasar kenangan, mengigau
di bawah derap kaki, menggali-gali serabut padi
di pematang yang tinggal baris dalam ingatan

separuh tubuh masih menggapai cakrawala
separuh lagi terbenam di perbatasan kota
ingatan memanjang melebihi catatan
mengeras di bawah langit yang terus didera cuaca
tulang kaki dan lutut berderak direnggut usia

rambut kita berjuntaian, lebih tajam dari tepi daun padi
kapuk randu pecah beterbangan
jatuh di tempias yang abadi menampung nestapa

kita telah jatuh dari puncak biru gunung
duri tumbuh di sekujur tubuh
sorot mata memudar, mengirimkan kabar
ke dalam ringkih sakit yang meraungkan rindu

2004-2005

WAN ANWAR

  • 0 Comments

timur adalah hari depan, kata tuan-tuan
tapi kereta selalu kembali ke masa silam
kami tahu stasiun ini peninggalan para petualang
juga pohon asam, irigasi, dan gedung pemerintahan

timur adalah hari depan, kata tuan-tuan
dan tuan-tuan sibuk membangun impian
lampu kristal dan remang perkampungan
kami hamba tuan, mulai bosan dalam penantian

tuan-tuan mengganggu istirah kami
ketika kereta terus meluncur ke masa silam
kini kami bertanya, peti-peti itu milik siapa
kemilau lampu di jalan raya untuk siapa!

kami tahu tuan-tuan tak punya jawaban
sebab sedang meluncur ke masa silam
maka dengarlah pertanyaan kami
yang kehilangan kata-kata karena mulut tuan-tuan
berbusa, nganga, dan amat hina!

2005
Wan Anwar
  • 0 Comments
WAN ANWAR

berjalan ke utara melintasi rimbun pohon asam
kau akan tahu darat dan laut saling beringsut
seperti kekasih atau maut yang rindu memagut

pulau-pulau kecil, burung-burung mengubah musim
dan tatapanmu menjadi hamparan bakau gemetaran
atau ikan-ikan yang bergeleparan

berlayar dengan perahu kayu, menyisiri tepi utara
mengendus panu para nelayan, menjumpai kenyataan
ikan busuk, ceceran solar, muatan kayu dari seberang
kapal inspeksi yang asing berputar-putar sendiri

berjalan terus ke utara
menyapa sunyi yang mendekat ke dermaga
pelabuhan telah lama kehilangan cuaca

2005


WAN ANWAR




  • 0 Comments



BRUK!
Daun pintu itu dibantingnya. Aku terngaga. Cemburu padaku? Pertanyaan itu muncul di kepalaku. Menyusul kemudian kalimat yang bercampur rasa bangga, dan juga takjub. 'Rupanya, masih ada perempuan yang cemburu karena lelakinya berduaan bersamaku.'

Ah, itu hanya sepenggal kisah saja yang membuatku cukup takjub, karena selama ini orang-orang menganggapku 'berbeda' (lebih laki). Bahkan di antara mereka sangsi, apa aku benar-benar perempuan atau laki-laki. Karena itu mungkin, aku sendiri pun menjadi lupa bahwa diriku ini adalah perempuan. Lupa, namun tidak melupakan. Karena ketika seseorang menunjukkan buku 'bagaimana cara menjadi perempuan', membuatku sedikit tersinggung juga.
Aku ini perempuan, orientasi seksualku normal!
Lalu, bila ingat reaksi perempuan itu terhadapku, hal itu membuatku benar-benar-benar-benar takjub pada akhirnya; "Aku pantas ya dicemburui?" Semacam perasaan bangga yang menelusup tiba-tiba.
Entahlah.
Karena barangkali selama ini aku merasa tidak pantas dicemburui, atau pun cemburu. Dalam kamusku barangkali kata itu sudah terhapus. Yah, coba saja dipikir. Buat apa mencemburui orang yang meski berduaan, tapi tidak melakukan apa-apa. Sekedar ngobrol, apa salah? Kalau ledekanku ke seorang kawan sih; '...kalau pacarmu sudah kau lihat ciuman, atau bersenggama dengan perempuan lain, baru bisa kau mengatakan 'aku cemburu'. Baru saja ngobrol dengan perempuan lain, kok, cemburu.'

Yah, akhirnya, aku pun harus mengucapkan terima kasih pada perempuan itu. Terima kasih sudah memberiku rasa bangga menjadi perempuan. 'Dicemburui perempuan lain', meski aku tidak menyukai caranya cemburu. Itu cemburu yang tidak sopan!
  • 0 Comments

Sebagai salah satu upaya kongkrit mengembangkan kreatifitas kaum muda, Banten Muda Community (BMC) menggelar Lomba Menulis Cerpen tingkat Nasional bertajuk "Banten;Suatu Ketika". kegiatan tersebut terbuka untuk diikuti seluruh masyarakat di Indonesia. Menurut Irvan Hq selaku ketua umum, lomba tersebut memang dimaskudkan sebagai promosi daerah. "Saya berharap dari kegiatan ini, Banten akan terangkat citra positifnya." Tuturnya.

Lomba itu sendiri didisain secara serius, hal itu dibuktikan salah satunya dengan menghadirkan dewan juri yang kompeten di bidangnya, yakni, Iwan Gunadi (kritikus sastra), Zen Hae (Cerpenis) dan Yanusa Nugroho (Cerpenis).

Berikut syarat lomba dan hadiah bagi para pemenang:



Syarat:
1.        Peserta adalah WNI;
2.        Usia peserta dibatasi antara 17—35 tahun dibuktikan dengan Kartu Tanda Penduduk (KTP);
3.        Tema: Banten, Suatu Ketika;
4.        Naskah cerpen yang diikutsertakan dalam lomba ini berlatar (setting) Banten;
5.        Panjang naskah cerpen antara 10.000—15.000 karakter atau sekitar 5—8 halaman A4;
6.        Naskah cerpen ditik menggunakan huruf Times New Roman, 12 pt, spasi 1.5, margin 3, 3, 3, 3, ukuran kertas A4, dalam format (.rtf);
7.        Naskah cerpen merupakan karya sendiri, bukan saduran, terjemahan, atau plagiat;
8.        Naskah cerpen belum pernah dipublikasikan di media massa cetak dan/atau elektronik, dan tidak sedang diikutkan dalam lomba/sayembara lain;
9.        Biodata dalam bentuk narasi dilampirkan pada halaman terakhir naskah, dan tidak lebih dari satu halaman;
10.    Lampirkan hasil scan Kartu Tanda Penduduk (KTP);
11.    Peserta diperbolehkan mengirimkan maksimal 2 (dua) naskah cerpen;
12.    Naskah cerpen dikirim paling lambat pada tanggal 31 Oktober 2012, pukul 24.00 WIB; 
13.    Naskah cerpen dikirim (attach files, bukan di body e-mail) ke alamat e-mail: lombacerpen_bmc2012@yahoo.com;
14.    Naskah cerpen yang dikirim menjadi milik panitia, dengan hak cipta tetap pada penulis;
15.    Naskah cerpen yang tidak sesuai dengan persyaratan tidak akan disertakan dalam proses penjurian;
16.    Dewan juri akan memilih 15 naskah terbaik (juara I, II, III, dan 12 nomine) yang akan dibukukan dalam antologi cerpen pemenang;
17.    Dewan juri terdiri dari; Iwan Gunadi, Zen Hae dan Yanusa Nugroho
18.    Pemenang(nominator) diumumkan pada tanggal 1 Desember 2012, di www.bantenmuda.com
19.    Penyerahan hadiah kepada para pemenang pada tanggal 15 Desember 2012.
20.    Keputusan dewan juri bersifat mutlak dan tidak dapat diganggu-gugat.
Hadiah Bagi Pemenang
·      Juara I mendapatkan uang tunai Rp 2.500.000,- + Tropi + Sertifikat + 5 eksemplar buku antologi cerpen pemenang + Langganan Banten Muda Magazine selama 6 edisi;
·      Juara II mendapatkan uang tunai Rp 2.000.000,- + Sertifikat + 5 eksemplar buku antologi cerpen pemenang + Langganan Banten Muda Magazine selama 6 edisi;
·      Juara III mendapatkan uang tunai Rp 1.500.000,- + Sertifikat + 5 eksemplar buku antologi cerpen pemenang + Langganan Banten Muda Magazine selama 6 edisi;
·      12 nominie mendapatkan Sertifikat + 5 eksemplar buku antologi cerpen pemenang + Langganan Banten Muda Magazine selama 6 edisi.
Narahubung
085692308230 (Nugraha Umur Kayu) 085697088396 (Niduparas Erlang), 081906287503 (Mahdiduri)

Sumber: Banten Muda
  • 0 Comments

Where we are now

o

About me

a


@NYIMASK

"Selamat datang dan selamat membaca. Semoga kita semua selalu sehat, berbahagia, dan berkelimpahan rezeki dari arah mana saja.”


Follow Us

  • bloglovin
  • pinterest
  • instagram
  • facebook
  • Instagram

recent posts

Labels

#dirumahaja #tukarcerita Artikel Catatan Perjalanan Celoteh Cerpen E-Book Esai Info Lomba Journey Jurnal Kamar Penulis Lowongan Kerja Naskah Poject Promo Puisi Slider Undangan

instagram

PT. iBhumi Jagat Nuswantara | Template Created By :Blogger Templates | ThemeXpose . All Rights Reserved.

Back to top