utherakalimaya.com

  • Home
  • Features
  • _ARTIKEL
  • _CATATAN
  • _UNDANGAN
  • DOKUMENTASI
  • contact




Setelah tragedi bunuh diri vocalis boyband Mr. Children di panggung, Goo-Joo (Park Ye-Jin), yang mengurus band itu, kemudian meninggalkan Korea selama 3 tahun. Kemudian ia kembali lagi. Di bandara yang tengah ramai oleh turis yang dibawa oleh suatu jasa travel, tanpa ia sadari kopernya dibawa oleh salah satu pemandu jasa travel, Yoo-Jin (Ji Hyun-Woo), karena disangka milik salah satu turisnya. Goo-Joo kemudian pergi ke kantor agensi Star, dan ditawari pekerjaan oleh Hee-Moon (Kim Su-Ro) yang mengelola agensi itu. Pekerjaan yang Hee-Moon maksud adalah mengurus boyband baru, dan bukan merenovasi boyband Mr.Children. Ia tidak setuju, dan memilih mengumpulkan kembali anggota Mr.Children, Hyun-Yi, Jio, dan Ricky. Namun ia butuh penyanyi utama.

Pada malam harinya, Goo-Joo sadar bahwa kopernya tidak ada. Ia kemudian menelpon ponsel yang ia taruh di koper itu, dan berbicara dengan pemandu jasa travel, Yoo-Jin. Selain menjadi pemandu jasa travel, Yoo-Jin juga anggota sebuah band yang di masa lalu di tolak oleh agensi Star. Sekarang, selain bekerja paruh waktu di jasa travel, malam harinya ia bermain band di sebuah bar. Goo-Joo kemudian minta bertemu dengan Yoo-Jin untuk mengambil kopernya. Namun, alangkah sialnya ketika ia mengangkat tangan untuk menunjukkan diri pada Goo-Joo, koper itu menggelinding dan kemudian melayang masuk ke kolam. Goo-Joo tentu menyuruhnya untuk mengambil koper itu, dan tidak tahu bahwa Yoo-Jin ternyata tidak bisa berenang. Goo-Joo terpaksa terjun ke kolam itu juga untuk menolong Yoo-Jin.

Beberapa waktu kemudian, untuk meluluskan keinginannya membentuk kembali boyband Mr. Children, Goo-Joo membuka audisi terbuka, dan bertemu lagi dengan Yoo-Jin. Suara Yoo-Jin yang bagus, membuat Goo-Joo teringat kembali pada vocalis Mr. Children yang meninggal itu. Keduanya mirip dalam hal suara, sama-sama membuat Goo-Joo berdiri dan mendekat, meskipun tanpa wajahnya ekspresi. Goo-Joo kemudian menawarkan agar Yoo-Jin saja yang audisi, sementara band-nya tidak. Namun, Yoo-Jin menolak, dan kemudian pergi bersama band-nya. Melihat kesempatan yang diberikan Goo-Joo pada Yoo-Jin, anggota band lainnya memutuskan untuk membubarkan diri, dan mempersilakan Yoo-Jin menerima tawaran itu. Selain itu, Goo-Joo juga tidak mau menyerah begitu saja atas penolakan Yoo-Jin. Ia kemudian mengikuti Yoo-Jin setiap hari, hingga akhirnya mau ikut dalam boyband Mr. Children.

Eits, sebentar dulu. Ceritanya belum selesai, dan masih ada intrik-intrik lain yang kemudian muncul. Karena film ini dikabarkan ingin menampilkan realitas industri hiburan Korea. Entah itu hanya sekedar harapan, atau bualan untuk meningkatkan rating. Karena menurut saya, film ini hanya menggambarkan bagian permukaannya saja, dengan tambahan hal-hal klise lainnya. Film ini, tidak lebih dari sekedar drama musikal televisi semacam 'Dream High'.

Dari segi cerita, Lee Kyu-Bok, Ra Hee-Chan sebagai penulis naskah jelas tanggung dalam merealisasi 'tampilan industri hiburan Korea' itu. Atmosfer serius, dan komedi dengan ditampilkan sosok Goo-Joo yang nyaris selalu tanpa ekspresi, dengan keluarga Yoo-Jin yang tampil sebagai penambah kesan komikal. terasa begitu kontras. Mungkin karena mereka ingin mencampurkan keduanya dalam film ini. 

Sementara permasalahan yang disuguhkan tidak secara seluruhnya dikupas hingga tuntas, karakter tokoh-tokohnya pun terasa stuck di tempat itu saja. Mungkin hanya sekedar pendamping saja? Karena penampilan artis-artis Kpop asli seperti Nam Gyu-Ri, U-Kiss, kedua pemeran anggota Mr. Children, Park Jae-Boom, juga cameo-cameo lain di akhir film, terasa tidak ada pengaruhnya. Atau kasarnya, mereka seperti 'dikacangin alias dicuekin' dalam segi pemeranan atau akting.  Apa mungkin itu karena porsi mereka hanya untuk penarik perhatian? Agar film ini mendapat kesan bahwa 'mereka sudah menyentuh industri hiburan Korea karena mereka menonjolkan Kpop di atas panggung'. Karena saya pikir, hanya bagian saat mereka performance di panggunglah yang sangat menonjol. Dan jika mengingat film ini tampil dalam format widescreen dengan audio yang terasa lebih ditekankan pada treble-nya, jelaslah kiranya mana yang memang benar-benar ingin mereka tonjolkan. Karena dari segi cerita, sekali lagi saya katakan, ini terlalu biasa.

Terlepas dari permasalahan itu, soundtrack film ini juga lumayan enak ditelinga. Lagu Mr. Children Summer Dream, merupakan remake dari lagu milik Tube, band J-Rock angkatan lama. Fyi, Mr. Children juga merupakan nama band J-Rock angkatan lama lainnya. Yah, pada akhirnya saya bisa bilang, bila ingin tertawa leh adegan komikalnya, dan 'kemeriahan' panggung K-Pop dengan lagu-lagunya yang easy listening, juga dance-nya, bolehlah nonton film ini. Namun, jika kamu menginginkan sesuatu yang lebih baik dalam 114 menit durasinya, misalnya plot yang mengupas tuntas soal industri hiburan Korea,  baik manis dan kelamnya, jangan terlalu berharap kamu akan menemukannya. Itu tidak ada. (Q.A)

Movie: Mr. Idol ★ Hangul: Mr. 아이돌 ★ Revised romanization: Mr Ahidol ★ Directed by Ra Hee-Chan ★ Produced by Kim Sung-Chul ★ Written by Lee Kyu-Bok, Ra Hee-Chan ★ Cinematographer: Park Yong-Soo ★ Starring Park Ye-Jin, Ji-Hyun-Woo, Kim Su-Ro, Lim Won-Hie, Park Jae-Beom, Jang Seo-Won, Kim Randy, Ko Chang-Seok, Jang Yeong-Nam, Joo Jin-Mo, U-Kiss, Nam Gyu-Ri. ★ Studio: Daisy Entertainment ★ Running Time 114 minutes ★ Release Date November, 3, 2011 ★ Language: Korean ★ Country South Korea ★

Source: Asianmediawiki ★ Hancinema ★ viki.com ★
  • 0 Comments


Time is money, rasanya kalimat itu pas sekali dengan film yang satu ini. Namun, dalam hal ini jelas ada perbedaan. In Time, atau judul sebelumnya adalah Now dan I'm.mortal ini jelas sekali menggambarkan tentang betapa 'berharganya' waktu. Berharga, karena selain untuk hidup, waktu juga untuk pengganti lembar kertas berharga yang dinamakan 'uang', cek, maupun lainnya. Selain itu juga, film ini berbicara tentang strata sosial antara si miskin dan si kaya. Andrew Niccol (Lord of War, 2005) benar-benar memasukkan sindirannya terhadap sosial, dan politik di dunia saat ini dalam metafor 'waktu' ini.
     Dengan mengambil latar tahun 2161, film yang digarap oleh sutradara Andrew Niccol (Lord of War, 2005) ini bercerita tentang perubahan genetik pada manusia. Pada saat itu, manusia menghentikan penuaan pada usia 25 tahun, dengan perpanjangan masa 1 tahun setelahnya. Jadi, tidak heran, jika anda menemukan ibu, kakek, nenek, sama muda dengan usia anaknya yang masih 20-an.
     Setelah waktu satu tahun habis dengan waktu yang ditunjukan di lengannya menunjuk angka nol (0), maka manusia itu meninggal dengan sendirinya. Untuk mencegahnya, manusia harus bekerja untuk menghasilkan perpanjangan waktu atau dengan menstransfer waktu dari manusia lain. Tak hanya itu, selain untuk memperpanjang usia mereka, waktu yang ada di tangan mereka itu digunakan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari mereka. 
     Masyarakat dengan kelas sosial tinggi tinggal di kota-kota khusus yang disebut ‘Zona Waktu’. Sementara masyarakat miskin, tinggal di Ghetto of Dayton, di mana pemuda mendominasi, dan harus bekerja setiap hari untuk mendapatkan beberapa jam dalam hidupnya, serta untuk keperluan sehari-hari. Sementara di kota tempat orang kaya tinggal, New Greenwich, didominasi oleh orang-orang paruh baya dan lanjut usia. Mereka mengendarai mobil listrik dengan daya cepat, dan mewah, serta dapat hidup selama berabad-abad.
    Kisah dimulai dari terbangunnya Will Salas (Justin Timberlake), seorang pekerja yang berusia 28 tahun, dan tinggal bersama ibunya, Rachel (Olivia Wilde) di Ghetto, dan saat itu sedang berulang tahun yang ke-50.  Saat itu ia membuka film dengan menjelasan mengenai keadaan di film itu.

I don't have time. I don't have time to worry about how it happened. It is what it is. We're genetically engineered to stop aging at 25. The trouble is, we live only one more year. unless we can get more time. Time is now the currency. The rich can live forever. And the rest of us? I just want to wake up with more time on my hand, than hours in the day.(01:03-01:38)

    Dan pada suatu hari, Will menyelamatkan seorang milyuner dengan masa hidup yang masih tersisa lebih dari satu abad, Henry Hamilton (Matt Bomer), dari kejaran penjahat geng Fortis (Alex Pettyfer) yang berasal dari geng Minutemen yang berniat mencuri usia Hamilton. Sebagai rasa terima kasih, sekaligus karena merasa bahwa ia telah hidup dalam jangka waktu yang cukup, Henry memberikan seluruh sisa hidup yang ia miliki pada Will. Kematian Henry kemudian menjadi sensasi tersendiri bagi beberapa pihak keamanan yang percaya bahwa Will mencuri seluruh usia Henry dan menyebabkan kematiannya. Melawan, Will akhirnya berlari dari kejaran dari banyak pihak yang menginginkan kehidupan yang saat ini ia pegang.
   Ups, tentu saja ceritanya tidak sesederhana itu. In Time memiliki cara untuk memberi kejutan-kejutan pada kita. Dan seperti yang saya tulis di awal, film ini merujuk ke metafor strata sosial. Antara si miskin dan si kaya. Bagaimana si kaya berkuasa, dan bertindak tidak adil, bagaimana kerasnya hidup si miskin yang kesehariannya pas-pasan, juga bagaimana banyak orang lupa akan arti kemanusiaan. Dan saya  menemukan kemiripan dengan kisah rakyat Inggris, Robin Hood, dalam hal ini. Awalnya saya kira keliru, tapi kemudian, saya membuka review sebelumnya yang juga mengatakan hal yang sama. Saya lega, ternyata saya tidak keliru mengira demikian.
   Terlepas dari hal itu, tampilan visualnya bisa saya katakan keren. Tidak terlalu 'lebay' atau berlebihan.  Dialognya juga agak-agak, 'emh', ada pula yang membuat saya mengangkat alis, dan mengucap 'eh?' juga ada. Tapi lumayan sih, kalau kata teman yang menonton film ini bersama saya: "Penulis skenario selalu bisa saja membuat kalimat-kalimat bagus!" Ya, ya, Niccol memang lumayan dalam hal itu. Dan itu terjadi ketika saya mengucap 'emh'.
   Akting Justin Timberlake dalam memerankan tokoh Will pun terasa hidup, setelah pertama kali muncul di The  Social Network yang menjadikannya sebagai orang yang paling dibicarakan di Hollywood sana, lalu kemudian film komedinya Bad Teacher bersama Cameron Diaz, juga Friends with Benefits, aktingnya kali ini keren. Chemistry dengan pasangan mainnya Amanda Seyfried yang memerankan Sylvia juga terjalin dengan baik. Akting aktor dan aktris lainnya juga sangat baik.
    Dan dari 115 menit durasi film ini yang paling menarik perhatian saya, selain akting Timberlake (terus terang saya sempat menyukainya, haha), adalah tentang premisnya: mengganti uang dengan waktu. Itu yang kemudian membuat saya tergila-gila. Ide yang keren! Saya jadi berandai-andai, apa kalau uang diganti dengan waktu seperti itu, para koruptor itu masih ada? Tapi kemudian, hal itu hilang begitu saja setelah mengingat kembali kisah-kisah dalam film ini, dan berganti dengan; 'Ah, mereka pasti melakukannya juga. Apalagi 'waktu' sebegitu penting bagi kehidupan." Tapi setidaknya, saya bisa menarik simpulan bahwa Niccol selain ingin menembak kondisi sosial dan politik dunia saat ini, ia juga ingin menembak kita. Mungkin saja kita selama ini tidak terlalu peduli pada sesama, mungkin saja kita selama ini tidak terlalu menghargai waktu. Yah, semacam itulah... Eh? Kelihatan banget pengen cepet beresnya, ya? Haha... Ngantuk, dan mulai capek karena memutar filmnya lagi, dan lagi... Yang terakhir ini entah yang keberapa kali, setelah beberapa hari saya diamkan tulisan ini. Heuheu...

In Time (2011)

Directed by Andrew Niccol Produced by Marc Abraham, Eric Newman, Andrew Niccol Written by Andrew Niccol Starring Justin Timberlake, Amanda Seyfried, Cillian Murphy, Olivia Wilde, Alex Pettyfer, Vincent Kartheiser, Johnny Galecki, Matt Bomer, Christiann Castellanos, Rachel Roberts, Ethan Peck, Yaya DaCosta, Bella Heathcote, Toby Hemingway, Jessica Parker Kennedy, Collins Pennie, Christoph Sanders, Faye Kingslee Music by Craig Armstrong Cinematography Roger Deakins Editing by Zach Staenberg Studio Regency Enterprises/New Regency/Strike Entertainment Running time 115 minutes Country United States Language English

Source:
"In Time" the movie | In Time Cassino | Long Angles Time | wikipedia |  Amiratthemovies

  • 0 Comments


Beberapa bulan ini terhitung sejak tahun lalu, aku menggunakan produk dari provider yang sering kupelesetkan namanya menjadi SulasTRI. Ya, Tri. Dari awal dia mulai mengeluarkan produk internet, lalu off beberapa waktu karena aku merasa dibohongi dan karena terus di bom sms hingga 200 perhari (mungkin sedang bermasalah?), kemudian kembali lagi menggunakannya hingga sekarang dia meluncurkan produk baru berjargon 'betah melek'-nya itu. 

Aku rasa awalnya memang setuju bahwa dia memang murah harganya, tapi kok sekarang aku merasa dia 'murahan', ya? Maksudku, dia membohongiku melulu. Ini yang terbaru:
Aku mengisi kuota 'paket betah melek'-nya, namun baru saja log in modem tiba-tiba ada sms:
Name:
Number: 234
Content:
Kuota tlh hbs,akses msh bisa dilakukan dg batas kecpatan diturunkan.Utk dpt tambahan kuota & kec normal hub *234# lalu pilih menu 2,masa berakhir paket tetap

Time: 17/02/2012 16:04:11 
What the heck is that?! Terus aku tanya pada mas-mas counter sekalian beli yang baru, dia bilang; 'coba aja cek *111# lalu pilih cek kuota'. Aku pun melakukannya. Di sana tertera itu paket malam. Nah, yang jadi permasalahan adalah... Sekarang ini malam, tapi kecepatan cuma nol koma sekian saja. Paket malam yang mana yang dia bicarakan? Ini aku yang pintar apa dia yang 'memintariku' (membohongiku), ya? Apa memang semua perusahaan memakai trik ini untuk mengelabui kostumer? Uukh! Sebel...


Yang lainnya terjadi satu atau dua malam lalu, aku hendak mengisi kuota, dan sudah menggosok pelindung vouchernya, lalu mengisinya via *111*(kode voucher)# tiba-tiba ada pemberitahuan: Maaf layanan ini tidak bisa diakses, silahkan lakukan beberapa saat lagi. Menghubungi 111 pun sama seperti menghubungi orang yang sedang berada di tempat yang tidak terjangkau signal. Sementara bar signal di ponselku penuh saat aku menelponnya. Gangguan? Akhirnya, dengan sisa-sisa tenaga yang lemot abis itu, aku pun search di google tentang cara mempercepatnya. Banyak teman blogger yang juga menulisnya, meskipun aku tak tahu mana yang lebih berhasil. Karenanya aku coba satu-satu...


Caranya pertama yang aku lakukan adalah: mengganti tipe network dari WCDMA prefered menjadi WCDMA only, dan dengan mengganti APN yang tadinya 3data menjadi tre.it. 
Jadi seperti ini:
APN      : tre.it
username: kosongkan.
password: kosongkan.
Itu sesuai dengan apa yang tertulis di blog crossierandi. Lalu dengan menambahkan Domain Name System (DNS), baik yang memakai DNS google maupun DNS hasil mencari.
DNS google itu, aku hapal karena entah mulai kapan aku menggunakannya: D

Primary DNS     : 8.8.8.8
Secondary DNS : 8.8.4.4

Atau memakai yang ini:


Primary DNS: 208.67.222.222

Secondary DNS 208.67.220.220

Dan DNS lainnya yang aku dapat di opensource-nya telkom speedy. Dan software DNS Benchmark. Wujud software-nya seperti gambar di bawah ini:
 Tidak mesti diinstal, karena mungkin itu prinsip dari mereka sendiri. Caranya juga cukup mudah:
1. "Name servers"
2. "Run Benchmark" untuk mulai memproses cek DNS
3. "Conclusions", untuk hasil dan rekomendasi setelah mengecek DNS.
Selain itu, DNS-DNS yang ditampilkan pun bisa diketahui mana yang tercepat hasil tes-nya dengan mencontreng kotak "Soft Fastest First", sebelum proses pengetesan dimulai. Karena itu akan terlihat mulai urutan paling atas yang tercepat, dan urutan paling bawah. Dua urutan pertama DNS tersebut bisa digunakan sebagai acuan setting DNS di kompi kita, caranya:
1. Klik "control panel"
2. Klik "network connections"
3. Double klik "local area connection status"
4. Klik "properties"
5. Double klik "internet protocol (TCP/IP)
6. Ganti "prefferred DNS server" dengan hasil urutan pertama cek DNSBench.
7. Ganti "alternate DNS server" dengan hasil urutan kedua cek DNSBench
8. Klik Ok, and close.

Memang yang lebih realistis sih isi kuotanya. Haha.... Tapi, kalau nasibnya kayak aku kemarin itu, dan mau coba-coba menggunakan cara di atas itu, ya monggo... :D Aku masih terus bertanya-tanya, tentang 'paket malam' yang provider Tri itu bicarakan. #tepokjidat

Nah kalau begini mah sedap, kan, bray? Hehe.. (upadate 19 Februari pakai DNS Bench)
  • 0 Comments

"Mana absen?!" Suara seseorang yang baru datang ke kelas. Terdengar koor 'huu' dari teman-teman sekelas yang juga mendengarnya, disusul ledekan dari mereka. 

"Baru juga nyampe kelas udah nanyain absen, dasar!"
"Iya tuh, kebiasaan banget, kelas juga belum mulai, woy!"
"Belajar dulu, baru nanyain absen. Dasar mahasiswa absen!"

Komentar terakhir itu membuatku menarik kepalaku dan memutarnya untuk mengetahui siapa yang mengucapkannya, serta melihat reaksi orang yang menanyakan absen itu.
Aku sangat setuju dengan komentar itu. Tapi, entah di kelas mana, semester atas atau semester bawah, ada saja mahasiswa yang melakukan hal yang sama seperti itu. Sementara aku sendiri, justru orang yang jarang sekali peduli dengan absen. Meskipun aku masuk kelas, dan belajar seperti biasa. Tak jarang, beberapa teman mengingatkanku tentang betapa pentingnya absen. Itu mempengaruhi nilai, kata mereka. Aku hanya tertawa, dan mengiyakannya saja. Karena, terus terang, aku ingin merubah persepsi bahwa kreatifitas seseorang ditentukan oleh kertas print berwarna itu. Meskipun memang, banyak sekali dosen yang menganggapnya demikian. Kepintaran, dan kreatifitas, seorang mahasiswa ditentukan oleh keberadaannya di kelas. Sah saja ia berkata seperti itu, mungkin karena merasa menjadi dewa bagi kepala-kepala yang diajarnya? Entahlah.

Yah, aku sendiri pun mengaku tidak selalu bisa menghadiri kelas, bahkan sangat jarang masuk ke kelas dengan berbagai alasan. Entah itu karena jadwal kerjaku bentrok dengan jadwal di kelas, malas karena dosennya 'memuakkan' (lebih sering membicarakan kehebatan diri dibanding masuk ke materi), bangun kesiangan, atau totally malas masuk kelas. Tapi, aku jarang menitipkan absen, pernah, tapi tidak lagi dilakukan karena aku terlanjur memusuhi absen itu sendiri. Ini terjadi semenjak aku bermasalah atau dipermasalahkan seorang dosen yang menyangsikan kehadiranku, meskipun ia sendiri jarang masuk. Sementara tugas individu, maupun kelompok yang aku termasuk di dalamnya, sudah aku kerjakan dengan baik. Karenanya, nilai akhirku didekapnya erat hingga aku menanyakannya. Yang aku sebalkan dalam peristiwa itu adalah, dosen itu jarang masuk, dan salah seorang temanku yang tugas-tugasnya 'menyontek' atau mengumpulkan tulisan yang sama denganku dan sama sekali tidak pernah masuk ke kelas, nilainya sudah ia keluarkan. Dan yang paling menyebalkan adalah peristiwa baru-baru ini. Kondisinya sama, dosen yang ini juga jarang masuk, kalau tidak salah hanya masuk dua kali dalam satu semester. Nilai akhirku pun ia kosongkan, hanya karena melihat absensiku yang kosong. Ia tidak melihat tugas yang satu-satunya ia berikan selama satu semester itu. Dan ketika aku hendak menanyakannya, ia langsung bertanya;
"Apa dosamu?"
Hah? Dosaku? D-o-s-a? Pikirku langsung ke Tuhan. Kata itu sepertinya lebih merujuk ke Tuhan, ketimbang ke sesama manusia. Kesalahan, harusnya ia menanyakan kesalahan. Karena dosaku hanya aku dan Tuhan saja yang tahu.

Aku mengakui aku lalai mengisi absensi, aku juga mengakui sudah mengumpulkan tugas yang ia berikan. Tapi, dengan adikuasanya dan suara kerasnya yang seolah ingin menunjukan 'i'm the king' atau 'aku yang berkuasa' itu, ia terus memojokkanku. Saat seperti itu, ingin sekali aku membalas; "We are twins, sir. The difference is you are lecturers and i'm student. Anda juga sama tidak pernah masuk, ini tentu saya tahu, karena saya masuk, dan pergi setelah anda tidak juga datang. Anda boleh mempermasalahkan ketiadaan tanda tangan saya di kertas itu, tapi dengan begitu anda menunjukkan betapa memalukannya hal itu." 

Apa yang terjadi jika aku mengatakan hal itu kepadanya? Tetap tidak akan diberi nilai akhir, atau malah lebih parah, dikeluarkan dari kampus? Meskipun itu adalah hakku, tapi aku tidak ingin menyinggungnya sejauh itu. Aku tidak suka berbicara, dan tidak terlalu bisa dalam bernegosiasi 'nilai' seperti ini. Mungkin, jika negosiasi dengan suatu perusahaan agar menjadi partner sekaligus pendukung suatu acara, aku bisa, tapi ini hal lain. Ini jauh lebih sulit bagiku. Khususnya bagi diriku yang tidak pernah mau berurusan dengan dosen gara-gara nilai. Selain itu, psikologisku juga sedang tidak bagus untuk mendapatkan hal-hal tidak menyenangkan seperti itu. Dahulu, aku sudah cukup stress dengan dosen yang menolak memberiku nilai karena kehadiran di kelas yang ia lihat dari absensi. Hingga satu mata kuliah lanjutan yang sudah aku kontrak, dan kelompok PPL yang sudah siap menungguku di bawah untuk sama-sama pergi ke tempatnya, semuanya aku batalkan. Setelah itu, dengan membawa patah hati, dan frustasi aku pergi dari kampus dan tanpa ada keinginan untuk kembali lagi.

Lalu dengan masih bersikap 'i'm the king' dia berujar: "Ya sudah, saya akan memberikan anda nilai."
Dan setelah saya lihat, nilai yang tertera di sana apa, saya ingin juga bertanya: "Apa selama anda tidak masuk kelas, anda tetap menerima gaji full? Jika ya, rasanya saya sudah sia-sia membayar uang kuliah, dan membuang waktu saya untuk mengerjakan tugas, juga menunggu anda di kelas..."
Menyebalkan.

Selain itu, ulah dosen yang lain yang juga membuatku sebal adalah tentang penerapan keterlambatan. Boleh sih, dilakukan jika ia sendiri merasa akan selalu tepat waktu saat sampai di kelas. Tapi ini tidak. Dalam hal yang satu ini aku memberikan istilah, mahasiswa menunggu, dosen tak tahu malu. Istilah ini keluar, setelah aku yang memang tidak bisa bangun pagi, berusaha datang ke kelas dan harus menunggunya hadir. Karena ngantuk, akibat tidak tidur untuk bisa datang pagi ini, aku pun pergi ke kantin untuk pesan kopi, dan kembali ke kelas lagi. Itu pun aku lakukan setelah aku mengira dosen itu tidak akan masuk, karena jarum jam di tanganku sudah menunjuk angka satu jam dari angka jam dalam jadwal masuk kelas. Tapi, ternyata dugaanku itu salah, dosennya masuk. Aku berlari dengan kopi ditangan menuju lantai tiga tempat kelas berada, mengetuk pintu tiga kali, dan baru masuk. Namun, dosen itu melambaikan tangan mengusirku. Aku melirik jam, terlambat tiga menit? Bukankah yang tidak boleh masuk itu setelah lima menit? Aku tak bertanya, tidak juga protes hanya balik kanan dan turun kembali ke kantin dengan rutukan yang tidak kuperdengarkan pada siapapun. Ini sialan.

Ah, sudahlah. Jika membicarakan 'kesialan-kesialan' seperti ini, rasanya aku muak sendiri. Raut wajah dosen yang dibuat keras, dengan kata-kata bernada tinggi untuk menunjukkan 'siapa yang berkuasa atas siapa', absensi, tidak boleh masuk karena terlambat padahal ketika dosen yang terlambat mahasiswa diharuskan menunggu. It's really make me crazy.

Aku jadi ingat film 3 idiot itu. Banyak siswa yang mencoba bunuh diri karena peraturan seorang guru atau kepala sekolah(?) yang otoriter. Apa mesti ada hal semacam ini juga di kampus untuk menunjukkan 'betapa mahasiswa stres dengan perlakuan dosen yang 'sok berkuasa'? Hingga pernah suatu kali aku berkata pada seorang sahabat; "Kau tahu, siapa pembunuh yang paling kejam di dunia ini? Guru atau dosen. Kau lihat dosen itu? Betapa mudahnya ia membunuh psikis orang lain, padahal selama di kelas ia lebih cenderung membicarakan diri sendiri dan aib orang lain. Lihat, dosen yang lainnya. Mudah sekali mereka berbuat sesuka hati, bukan? Dan aku tidak ingin seperti mereka. Aku tidak ingin siswa/mahasiswaku nanti merasa ingin bunuh diri seperti yang aku rasakan....." Sahabatku itu hanya tertawa tanpa berkomentar.

Hmmm, anyway... Mungkin selanjutnya aku harus menjadi 'mahasiswa absen' jika mereka terlanjur menganggap absen sebagai kitab paling penting dalam menilai mahasiswanya. Dan mungkin, karena paham itu juga sehingga banyak sekali 'mahasiswa absen' yang bergentayangan selama ini. Entahlah..

Yang jelas... Menurut saya, lebih baik menggunakan mesin sajalah. Mesin sidik jari, misalnya? Atau sekalian sensor retina mata, biar agak canggih dikit. Selain agar tidak ada lagi istilah 'titip absen', juga agar mahasiswa dan dosen sama-sama tahu diri. Mahasiswa tidak akan menunggu dosen yang telat masuk, dan dia juga tidak akan telat masuk. Juga, para pejabat kampus tidak seenaknya saja datang. Masa kampus sih tidak bisa membelinya? Oh! Saya lupa, boro-boro beli mesin khusus untuk absensi, ya? Beberapa fasilitas sekarang juga masih acak-acakan, jauh dari kata 'memadai'. Genset yang katanya ada, toh tetap saja membuat mahasiswa sore 'popoekan' (gelap-gelapan) saat mati listrik. Lalu, ruang kelas yang masih harus dan kursi yang masih harus rebutan, belum lagi 'pelayanan' dari bagian-bagian yang semestinya 'melayani' dengan baik. Ukh, jika dibeberkan semuanya, tak akan ada habisnya. Untuk jadi world university rasanya hanya akan jadi bahan ledekan saja. "Oh, tidak bisa... Itu cuma mimpi!" 

Well, saya berjanji atas nama Zeus dan Neptunus, mulai sekarang saya akan mengisi absen. Mengisi absen, ya. Mengisi absen. Kayak anak SMA.
MENGISI ABSEN!
A-B-S-E-N!
What the heck is that! (Lagu di film The Penguins of Madagascar)

P.S: Sorry if this story make you angry. I can explain, i'm people who cannot speak directly, and this blog is my diary. Sorry, if i hurt you.
  • 0 Comments

Jika kamu hendak menembak seseorang, tembaklah. Jangan berkata, apalagi membuatnya berharap untuk tetap hidup. Kau tahu, dia akan dua kali lebih kecewa jika akhirnya tetap sama mati di tanganmu. Saat itu terjadi, mungkin selanjutnya ia akan menghantui seumur hidupmu.

Itu hanya perumpamaan saja. Karena aku benar-benar tidak suka dengan hal semacam itu. Memberi harapan pada seseorang, dan membuatnya menantikan sesuatu, namun akhirnya tetap mengecewakan. Kau mungkin tahu, Tuan. Jika kau menjanjikan 'permen' pada anak kecil, ia akan terus meminta itu hingga kau mengabulkannya. Sementara kau mengatakan 'nanti', dan 'nanti', setiap anak itu menagih janjimu. Selain alasan berikut kebohongan yang mengiringinya juga. Kau berbohong tentang dompet yang tertinggal, kau juga berbohong lupa mampir di toko permen. Dan lain sebagainya.
Ada dua hal yang akan terjadi pada anak kecil itu jika kau akhirnya mengecewakannya. Pertama, ia akan menangis, dan terus saja menangis. Kedua, ia tidak menangis, namun akan membuatmu 'resah' pada akhirnya dengan kenakalannya. Karena mungkin saja ia akhirnya mencuri permen dari toko permen di seberang rumah? Dan itu mempermalukanmu.
Hmm, aku sudah memberikan contohnya padamu, Tuan. Aku tidak ingin kau berbuat kesalahan dengan berbohong padaku, I'm a big girl. You know? And I'm not stupid at all.
Aku bisa saja membalas perbuatanmu yang sudah mengecewakanku, aku bisa saja.
Aku bisa.
Saat kau tertawa bersama keluargamu, orang-orang yang sayang padamu. Saat itulah aku mendulang hakku, dan membuatmu tercengang dengan apa yang aku bisa. Tidak, tidak, aku tidak akan sepengecut orang-orang karena tidak mengakuinya. Aku akan menghadapmu, dan mengakuinya. Bahwa akulah yang melakukannya. Itu karena kau telah menyakitiku terlebih dahulu. Berbahagialah dengan pembalasanku.
Kau tercengang, pasti.

  • 0 Comments

Kesal, dan sebal karena dimarahi sana-sini, dijegal sana-sini, dan marah pada diri sendiri karena membiarkan diri saya diperlakukan seperti itu oleh orang lain, padahal saya sudah berjanji tidak akan membiarkan orang lain menyakiti saya lagi, akhirnya... Saya tetap tidak bisa melakukan apapun, selain duduk lesu, dengan harapan tinggal seujung kuku. Dan saya kemudian membuat lagu... Aih, keren sepertinya?
Tentu saja tidak seperti itu, saya hanya menulis beberapa kata dan mengirimkannya pada seorang kawan. Bunyinya seperti ini:


(Reff)
I dont know, I dont know, I dont know what a right thing
I love you, I love you, I love you isn't a right thing to make our world peace...
(Kantin FIKIP, Februari 2012)


Hanya seperti itu, dan saya meminta kawan itu yang meneruskannya. Hmm... Yah, bagi saya itu adalah suatu cara untuk membuat pikiran saya tetap waras, dan memaklumi apa yang mereka lakukan pada saya. Bukankah kesejatian seorang manusia itu bisa dilihat dari seberapa maklumnya kita pada perbuatan orang lain yang menyakitkan kita?
  • 0 Comments
Hold Your Breath by Abstract on Deviantart
It's always nice when you do something and it's well received as opposed to the other way which God knows happens to everybody. When the good times come around, you take a deep breath, appreciate it, but not take it too seriously.
Laura Linney

  • 0 Comments

Where we are now

o

About me

a


@NYIMASK

"Selamat datang dan selamat membaca. Semoga kita semua selalu sehat, berbahagia, dan berkelimpahan rezeki dari arah mana saja.”


Follow Us

  • bloglovin
  • pinterest
  • instagram
  • facebook
  • Instagram

recent posts

Labels

#dirumahaja #tukarcerita Artikel Catatan Perjalanan Celoteh Cerpen E-Book Esai Info Lomba Journey Jurnal Kamar Penulis Lowongan Kerja Naskah Poject Promo Puisi Slider Undangan

instagram

PT. iBhumi Jagat Nuswantara | Template Created By :Blogger Templates | ThemeXpose . All Rights Reserved.

Back to top