Cuaca Tidak Terkira



Barangkali memang benar, cuaca tidak pernah bisa diperkirakan. Takdir senang membuat kejutan. Setelah kejutan di hari Sabtu sore minggu lalu (kepulangan babeh Nandang Aradea), beberapa hari kemudian saya dikejutkan dengan...
Ah! Tentu saja ini kabar bahagia. Mungkin caranya saja yang membuat apa yang seharusnya merupakan suatu kebahagiaan, menjadi sesuatu yang entah. Sesuatu yang membuat saya berkicau tidak terarah, sebab pikiran buruk sederas aliran darah. Tidak tahu ini harus saya selamati, atau saya maki. Bagaimana tidak saya maki, bila saat itu saya sedang berniat tidur cukup, tapi kemudian dibangunkan hanya untuk mengetahui hal yang membuat saya berkomentar; 'Ikh, apa sih? Kenapa begini, sih?' di antara keterkejutan dan kantuk.
Tapi, saya sadar, kebahagiaan adalah hak semua orang. Meski caranya amat tidak terkira (jika tidak ingin saya sebut 'jorok'). Seorang teman berkata; kadang jodoh memang jorok. Dan seorang teman lain menimpali; mungkin, menyampaikan berita bahagia pun membutuhkan metode. Saya mengerti, metode di sini mungkin memberi kabar gembira ini lebih awal, agar kami semua bersiap untuk merayakan. Tapi, bila ini dilakukan diam-diam, lalu terkesan seperti 'main belakang', jadi ya sudahlah. Mau bersorak bagaimana bila pesta sudah selesai? Tidak hanya itu, saya juga berpikir seorang yang lain. Seseorang yang mungkin akan sangat merasa dipecundangi. Tapi, tentu masalahnya lain, bila di sampingnya sudah ada seorang lain lagi. Hanya saja, saya sadar, di dalam dadanya sana, ada sakit yang teramat, karena merasa dikhianat. Jika saya hubungkan hal ini, tentu ini balas dendam paling sukses. Itu pikiran buruk saya. Karena itu, maaf, bila saya merasa ada kesan demikian. Berbahagialah dan buat diri kalian nyaman.
 *
Dan mungkin saya akan sangat berdosa, amat menyesal, bila dulu saya terima tawaran seseorang yang... Duh! Sudahlah. Bila memang niat itu diluluskannya, saya ucapkan selamat. Dan saya menyesal karena tidak memperingatkannya untuk jangan ikut campur. Apalagi dengan keduanya (keempatnya, sekarang) sangat dekat. Saya kira dia cukup paham, dan sadar mengenai maksud dari balasan saya saat menjawab pesannya. Tapi, sepertinya tidak. Ah! Andai dia berpikir, hal ini tidak hanya menyangkut dua kepala, tapi empat kepala. Andai saja.... Duh! Pikiran saya sangat buruk sekali. Semoga kamu belajar dari peristiwa ini, sebelum kamu disadarkan karma. 

You Might Also Like

0 Comments