Inilah 30 Nomine Undangan Menulis Cerpen FSM 2019





CATATAN KURATORIAL

Membaca 85 cerpen peserta Undangan Menulis Cerpen dan 10 cerpen hasil workshop menulis cerpen Festival Seni Multatuli 2019, kemudian kami harus memilih satu pemenang dan 19 unggulan, bukan perkara mudah. Pertama, waktu yang disediakan panitia untuk melakukan pembacaan terhadap cerpen-cerpen itu cukup singkat. Hanya seminggu. Kedua, menyatukan selera tiga orang terhadap cerpen-cerpen yang ada bukan pula perkara gampang, apalagi kami masing-masing berasal dari latar belakang budaya yang berbeda. Namun, semua ini bukanlah penghalang bagi kami untuk bekerja secara sungguh-sungguh untuk memilih yang terbaik dan layak dibukukan sebagaimana terangkum dalam bunga rampai ini.

Secara umum bolehlah kami katakan bahwa cerpen-cerpen yang masuk dalam Undangan Menulis ini masih banyak yang belum layak disebut sebagai cerpen. Cerpen yang baik akan menunjukkan kemampuan bertutur si empunya cerita. Para penulis cerpen ini sebagian besar masih gagal mentransformasikan ide yang ada di kepala mereka menjadi sebuah cerita yang bisa dinikmati pembaca. Kelemahan elementer dari beberapa cerpen tersebut adalah si penulis belum menguasai tata tulis yang sesuai kaidah bahasa Indonesia, meskipun kita telah memiliki Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia (PUEBI)—vesri terbaru dari Ejaan Yang Disempurnakan (EYD) yang diperkenalkan sejak 1972. Masalah ini sangat mengganggu proses pembacaan kami.
Kelemahan lain adalah para penulis itu banyak mengembangkan ide “tamasya ke Baduy” sebagai jalan cerita, yang menyebabkan cerpen-cerpen ini menjadi lemah secara tematik. Selain itu, kadang para penulis ini kelewat ingin menjejali cerita dengan kalimat-kalimat puitis, tetapi kalimat-kalimat puitis itu tidak mendukung dan tidak mengalir bersama jalan cerita. Kelemahan yang terakhir adalah jalan cerita yang dipaksakan, mengenai sebab akibat takhayul atau ceramah moral yang lebih terkesan sebagai opini daripada sebuah cerpen.

Beberapa cerpen yang tergolong lumayan, tidak kami pilih karena tidak sesuai dengan tema Undangan Menulis kali ini. Selain itu, ada juga beberapa cerpen yang sudah mengalir dengan baik sampai pertengahan cerita, kemudian berlanjut dengan pergantian sudut pandang yang membingungkan, sehingga sulit mencernanya sebagai cerita yang utuh. Menulis cerpen yang baik, tidak semata-mata membuat cerita yang “wah”, tetapi bagaimana menyajikan cerita itu agar mudah diikuti oleh pembaca. Serumit apa pun cerita yang hendak ditulis, sedahsyat apa pun suasana yang hendak dibangun, si penulis harus memperhitungkan dan mempermudah pembaca untuk mengikuti jalan cerita. Jika menggunakan bahasa daerah, penulis wajib untuk memperhitungkan pembaca yang tidak dapat memahami bahasa daerah tersebut dengan menyediakan terjemahanannya.

Kecenderungan menggunakan bahasa daerah dalam deskripsi maupun dialog untuk mengejar lukisan yang realistis tentang alam Banten bagi kami juga masalah tersendiri yang layak diberi catatan tambahan. Banyak sekali cerpen dalam Undangan Menulis kali ini yang mencoba membunyikan tema sebagaimana yang tercatat dalam maklumat Undangan Menulis. Kearifan lokal masyarakat Baduy yang dinyatakan dalam ungkapan “Gunung teu menang dilebur, lebak teu menang diruksak” benar-benar dinyatakan secara harfiah dalam cerpen, sehingga sebuah cerpen menjadi serupa naskah advertorial sebuah program. Kita sebenarnya membutuhkan cerpen yang berhasil melebur apa yang tampak sebagai iklan menjadi semesta cerita. Jika ia berhasil kita tidak perlu lagi mengait-ngaitkan cerita itu dengan apa yang secara harfiah dinyatakan sebagai tema. Cerpen yang baik memberi lebih dari apa yang dimaksudkan pengarangnya.

Pada akhirnya, menulis cerpen adalah perkara mengolah isi dan bentuk. Jika kita sudah bisa memastikan isinya—katakanlah “kearifan lokal masyarakat Baduy”—tinggal kita mencari bentuk yang pas untuknya. Sebuah cerpen yang mengusung cerita tentang kearifan lokal bisa memilih bentuk apa saja, sejauh bentuk itu diolah dengan keterampilan yang cukup. Ia tidak perlu membebani dirinya dengan bentuk catatan etnografis atau laporan antropologi—kecenderungan umum yang muncul dalam cerpen-cerpen undangan kali ini. Kemungkinan bentuknya bisa banyak sekali.

Cerpen-cerpen yang kami pilih sebagai unggulan dalam Undangan Menulis kali ini berusaha hadir sebagai dirinya sendiri. Artinya, fiksi adalah fiksi, bukan salinan dari catatan sejarah atau laporan antropologis atau catatan etnografis. Meskipun belum sepenuhnya berhasil menonjolkan watak fiksi sebagai alternatif dari narasi kehidupan kita sehari-hari, cerpen-cerpen ini sudah berusaha hadir sebagai cerita yang bisa dinikmati. Bahwa mereka masih dirundung sejumlah masalah—sebagaimana telah kami paparkan di paragraf-paragraf sebelumnya—adalah kenyataan yang mestinya disadari oleh para penulis. Bahwa segi keperajinan (craftsmanship) pada penulis kita masih perlu ditingkatkan.
Kami kira masalah yang belum sangat lebur dalam cerpen-cerpen yang tidak menjadi pemenang kali ini adalah mereka masih merusak tokoh-tokoh dan alur dengan tujuan pesan sehingga banyak tokoh kehilangan ketebalan manusia. Secara kebetulan tema lomba kali ini adalah sebuah kalimat pesan dari kearifan lokal masyarakat Baduy. Tanpa pembacaan transformatif dan kreatif atas kearifan lokal tersebut sebuah cerpen akan berhenti sebagai perpanjangan tangan kalimat pesan. Tokoh cerita mengucapkan  pesan secara harfiah dalam dialog-dialognya. Padahal, pesan sebuah cerpen tidak identik dengan kalimat. Pesan dari tema itu dapat dibangun melalui detail deskripsi seperti pada cerpen "Jarong Kalimaya". Deskripsi adalah sebuah gambar dan gambar yang baik mengandung cerita, kemungkinan, keluasan, kedalaman, ketinggian, tanpa kalimat pesan.

Kami menganjurkan para peserta untuk memperluas wawasan kesusastraan dengan membaca cerpen-cerpen karya Kuntowijoyo, Budi Darma, Nura Amin, Leo Tolstoy, Roberto Bolaño, Gabriel García Márquez, Ben Okri, Franz Kafka, Rudyard Kipling, Émile Zola, Feng Jicai, Anton Chekov, Edgar Allan Poe, Jorge Luis Borges dan lain-lain. Para cerpenis kelas dunia ini ternyata menyajikan masalah-masalah besar secara deskriptif dan ringan. Ringan tidak berarti tanpa tema besar dan tema-tema besar sebenarnya inspiratif. Hampir semua cerpen peserta Undangan Menulis kali ini berlomba-lomba menyajikan pengetahuan tentang Lebak, Baduy, Banten dan bukan tentang manusia.
Pada intinya kami melihat bahwa wawasan kesusastraan sangat menentukan dalam penulisan cerpen. Pengarang yang memahami dengan baik sejarah, filsafat, ilmu budaya, teori sastra dan lain-lain tidak otomatis berhasil dalam menulis cerpen—jika wawasan yang dimaksud tidak setinggi gunung dan selebar lembah. Wawasan kesusastraan adalah wawasan pergaulan dengan karya sastra—dalam hal ini cerpen—terbaik dari berbagai belahan dunia. Bahkan, pergaulan dengan bidang seni lainnya dan ilmu pengetahuan.

Akhirulkalam, selamat untuk pemenang dan unggulan yang karya mereka dimuat dalam bunga rampai ini. Semoga pada kesempatan berikutnya kualitas cerpen-cerpen yang masuk akan semakin baik. Harapan ini sebenarnya membuka peluang baru. Yang diperlukan bukan hanya undangan menulis atau sayembara, tetapi juga lokakarya penulisan untuk para penulis muda.



Lebak, 12 Agustus 2019

Arip Senjaya
Ni Komang Ariani
Zen Hae




20 Naskah/Nomine  Terpilih Undangan Menulis Cerpen

1. Ade Ubaidil - Beruk Gantarawang
2. Alda Muhsi - Kemelut Pasca-Seba
3. Alif Nurul Fazri - Bukit Keramat yang Tamat
4. Andi Makkaraja - Api di Tangan Perempuan Baduy Itu
5. Anggarian Andisetya - Seba Jiwa
6. Annisa Anita Dewi - Terkisah Antara Leiden dan Banten
7. Apip Kurniadin - Pasir Tanjung
8. Daniel Yudha Kumoro - Satu Halaman Buku Lagi, Kutuntaskan Kesentimentalanmu
9. Eka Nurul Hayat - Aku Tidak Bisa Pulang Malam Ini
10. Fyan F. Fendi - Bardi Mencari Dirinya di Aliran Sungai
11. Iswadi Bahardur - Hutan Lembah yang Menyusup ke Kepala Asep Kureng Segeral Air Keruh
12. Kevin Alfiarizky - Pohon Durian
13. Sri Utami - Manikam Sepuluh
14. Rahmat Heldy HS - Rambi, Kakek Sajra dan Burung-Burung Cangak
15. Rori Surosowan - Segelas Air Keruh
16. Rosyid H. Dimas - Pengakuan Jalak Rarawe
17. Supadilah - Mimpi Jaro Kasmin
18. Udiarti - Tubuh Ayi
19. Wahyu Rusnanto - Jarong Kalimaya
20. Wisnhu - Jaro

10 Naskah/Nomine Terpilih Peserta Workshop Menulis Cerpen

1. Ahmad Khudori – Mencari Kalung Hitam untuk Bayi Terakhir
2. Dede Nurhalimah – Dilema
3. Hj. Alpinah - Hibatku Untukmu Cahaya dan Kalimaya
4. Junaedah – Ketupat Qunut Terakhir
5. Mardiana – Nyai Putri dan Harta Keramat Gunung Malayu
6. Muhammad Nanda Fauzan – Bagaimana Tando Melintas di Pikiran Orang-orang Tahun 2120
7. Nurbeti – Bantal Kapuk Cadas Ngampar
8. Salwa Rubia Darussalam – Genetika Lara
9. Saroh Jarmin – Memasung Cinta Ramadan
10. Silvia Zahotun Nisa – Dosa di Tanah Pancer Bumi

You Might Also Like

0 Comments