Ketika Dora Kehilangan Peta (Bagian 2)


Hampir menjerit saya menanyakan keseriusannya. Dan ia mengiyakan. Oh mai gad! Hampir saya peluk itu si babang Gojek itu. Andai saja saya tidak segera sadar, jika babang itu pasti sudah berbini, beranak dan berbahagia. | Ketika Dora Kehilangan Peta (Bagian 1)
Macet, macet dan macet. Itulah lalu lintas Jakarta sekitar pukul 20:03 WIB. Babang Gojek yang menawari saya tebengan masih mencari celah. Sementara saya masih terus mencoba meminta kode verifikasi sembari membaca arah. Menyoal masalah arah ini, biasanya saya menghapal dari bentuk bangunan, selain tentu saja nama jalan/plang petunjuk arah jalan. Sebenarnya, nyasar itu suatu kebiasaan yang asyik jika tidak terlanjur diserang panik. Inilah kendala saya selama beberapa tahun ini. Ingin memenuhi undangan di daerah mana pun, saya selalu diserang panik duluan. Entah panik karena kantong sedang pas-pasan, atau karena di sana tidak ada teman. Kepanikan inilah yang biasanya membuat saya mengurungkan niat untuk bepergian.
      Setelah sampai di Jl. Dr. Susilo yang ditunjukan Dinay dan diiyakan Babang Gojek, saya segera turun dan membuka helm. "Abang, berapa ongkosnya?" Tanya saya sembari mencari dompet.
     "Tidak usah, kak. Itu pangkalan saya di depan hotel. Kakak serius mau turun di sini?" Babang Gojek seperti khawatir. Duh! Di saat seperti itu, dikhawatirkan oleh seseorang yang tidak dikenal itu seperti dikhawatirkan pacar kesayangan sejuta umat pecinta bal-balan; Neymar.
      "Lho? Kalau nggak usah bayar sayanya jadi keenakan ini, bang. Nggak apa-apa, kok. Teman saya katanya mau jemput di depan hotel 88." Suara saya sudah tidak sepanik di Central Park. Setelah mengucapkan terima kasih pada babang baik hati itu dan diberi pesan; "hati-hati, kak". Sungguh saya terharu mendengar kalimat itu. Dia orang yang tidak saya kenal, tapi seperti begitu peduli dan bahkan menjadi penyemangat saya di edisi nyasar ini. akhirnya saya mengirim pesan lagi pada Dinay.
       Bertemu Nana dan Dinay sama saja rasanya seperti bertemu pacar yang LDR-an. Kangen, lega, terharu dan segala macam rasa berkumpul di dada. Cerita-cerita pun berhamburan seiring kopi yang disuguhkan anak pemilik warung di samping hotel itu. 

You Might Also Like

0 Comments