Di Pulosari Bersama Eiger Adventure





: Bukan catatan pesanan.


Barangkali, hanya kawan baik yang tahu saat kamu berada dalam posisi terlemah dan mereka berusaha menarikmu bangun, meski--dan ini termasuk kesialannya--mereka menertawakanmu lebih dulu.

Jika ditanya saya dapat apa dari perjalanan Eiger Adventure: Ekspedisi 28 Gunung yang salah satu timnya mendaki Gunung Pulosari, saya akan jawab: dapat kawan dan rencana-rencana yang akan segera dilakukan. Hanya itu? Ah, tentu saja dapat yang lainnya. Badan terasa remuk dan tidak bisa bangun dari hari kepulangan Sabtu hingga ke Minggu. Erw. Maklum saja, terakhir mendaki gunung itu tahun 2005 sebagai perayaan kelulusan SMA bersama kawan-kawan sekelas yang tukang ngajak bolos. Setelahnya, cuma pengen saja tapi hulap alias malas.

Ajakan naik ini juga sebenarnya tidak resmi, saya bukan bagian dari tim yang ditunjuk pihak Eiger untuk merayakan Sumpah Pemuda di puncak gunung. Saya hanya kebetulan kenal dengan salah seorang kawan di Eiger Banten dan kamfretos-nya dia tahu tanpa saya beritahu, saya sedang tidak baik-baik saja. Maka, diajaklah saya untuk ikut menyusul tim. Tentu saja setelah banyak menertawakan dan tabokan kalimat yang vangke abis itu. Syarat keikutsertaan saya hanya satu, pendakian dilakukan setelah saya menyelesaikan take film pendek garapan Kelvin Film dan dia mengiyakan.
*
Jumat (27/10) pukul 16.00 WIB adalah waktu keberangkatan itu. Sedikit molor sebenarnya karena saya harus take ulang, akibat ketidakmampuan menahan tawa ditambah hujan turun. Padahal di saat yang sama, saya belum menyiapkan beberapa hal, termasuk berganti pakaian. Kesalahan saya adalah tidak bersiap dari sehari sebelumnya, alhasil macam orang kabur dari rumah saja. Bahkan, menghapus make up juga tidak sempat. Tapi, ya sudahlah, kapan lagi nanjak dengan make up lengkap, kan?

Tim susulan ini terdiri dari 3 orang tim Eiger Banten, 2 videografer OXZA Media dan saya yang sebagainya tim hore ini. Perjalanan ditempuh dengan kendaraan bermotor melalui jalur Ciomas-Mandalawangi. Di Pasar Ciomas, kami berhenti dan iuran untuk membeli beberapa keperluan. Begitu pula di salah satu toko retail di Mandalawangi. Setelah berhenti sejenak di Kedai Salaka untuk packing dan salat, kami melanjutkan perjalanan pukul 19.10 WIB melalui jalur Cilentung.

Registrasi masuk yang dilipat, anjing yang menyalak dan jalan setapak yang gelap kami lewati dengan banyaknya beristirahat. Di saung pertama setelah pos masuk, seorang pendaki dibawa turun kembali karena sakit. Kawan-kawannya yang meneruskan perjalanan mengatakan ia tidak mau mengatakan kondisinya padahal sudah ditanya berulang kali. Ah, bagaimanapun naik gunung bukan persoalan seberapa kuat dan seberapa tahan, tapi ketahudirian juga.

Perjalanan kami lanjutkan sembari mengobrolkan hal-hal yang akan dilakukan di hari depan, project kecil yang sedang dijalankan, termasuk saling tampar dengan candaan. Entah berapa kali kami berhenti di saung yang ada di sisi kanan jalur pendakian. Berulang kali juga saya memohon maaf karena perjalanan tersendat. Maklum, perempuan ini sudah lama tidak nanjak, jadi sekalinya nanjak pasti lambat. Heu.

Bulan sabit yang mengintip di balik rimbun pepohonan, binatang malam yang terbang dan mengintip di masing-masing persembunyian, awan yang menutup pandangan lampu-lampu di perkampungan, wewangian 'asing' yang diterbangkan angin hingga ke penciuman, menjadi hiburan lain selain permainan 'satu kalimat untuk.....' apapun di sekeliling kami. 
Jawaban 'hatur nuhun,'halo apa kabar?', 'terima kasih, ya' dan kalimat lainnya yang senada terus saya jadikan jawaban hingga yang bertanya kebosanan. Tapi permainan tetap dilanjutkan seiring perjalanan. 

Pukul 23.05 WIB, tim kecil kami sampai di kawah dan bergabung dengan Tim Ekspedisi Pulosari. Rasa lapar dan ngantuk yang mulai terasa, membuat kami segera mendirikan tenda dan memasak.   
Sejujurnya saya takjub dengan banyaknya saung dan warung di area kawah ini. Melebihi ketakjuban banyaknya saung atau warung selama perjalanan. Bahkan, di area ini juga ada MCK. Aih, sudah banyak berubah. Jangan-jangan di puncak ada yang jualan seblak.

Pukul 00.15 WIB saya pamit tidur. Tentu, setelah mengusir kelaparan di tenda sebelah. Sementara tim tetap melanjutkan memasak. Pukul 05.30 tim dibangunkan untuk bersiap naik ke puncak. Setelah saling bertanya kabar, sarapan, dan mengobrol area hutan, 'tuan tanah' yang bertanggung jawab dan tentang kegiatan, tim memutuskan naik pukul 06.30 WIB. 

Jalan terjal, licin, belukar dan jurang di sisi kanan atau kiri, menunggu di depan mata dan siap membuat celaka bagi siapa saja yang tidak berhati-hati. Ritme pun diturunkan, tidak terburu-buru karena waktu pelaksanaan Sumpah Pemuda sudah ditentukan pukul 10.00 WIB, serentak dari 28 gunung di Indonesia.

Pukul 08.30 WIB, kami sampai di puncak dan mengajak kawan-kawan pendaki yang menginap di sana untuk bergabung. Setelah rehat dan menyiapkan perlengkapan, laporan kesiapan dilakukan.
Doa bersama dan sedikit pembicaraan mengenai keadaan hutan di Gunung Pulosari, Gunung Aseupan dan Gunung Karang yang sedang dalam 'kesakitan' masing-masing. Selain itu, sejarah, dan cara apa yang bisa dilakukan untuk tetap bisa menjaga ketiganya juga dibicarakan. Perlu energi besar dan peran banyak pihak untuk bisa menyembuhkan ketiganya. Bersatu untuk menjaga ketiganya dan bukan hanya mengambil manfaat saja.

Pukul 10.00 WIB, peringatan Sumpah Pemuda dimulai. Sinyal ponsel yang timbul tenggelam membuat laporan sedikit terganggu. Diselimuti kabut, teks Sumpah Pemuda dibacakan dilanjutkan dengan sedikit pembicaraan mengenai pentingnya gunung bagi kehidupan dan dilanjutkan dengan menyanyikan lagu Indonesia Raya.

Seusai peringatan, beberapa pendaki lain datang menawari kopi dan berbincang hingga kami memutuskan untuk kembali ke area kawah. Rupanya, kami tidak melewati jalur pendakian semula. Alhasil, di hadapan kami terbentang jalur menurun yang sangat curam. Karena ketidakwaspadaan, kecelakaan terjadi dan membuat anggota tim terpekik ngeri. Meski tidak fatal, namun hal itu membuat saya ngeri hingga di salah satu tempat yang paling curam saya sedikit merengek. Diiringi ledekan, akhirnya saya berhasil 'membanting badan' sembari memegang akar pohon. Well, itu teknik panjat tebing yang saya lupakan.

Sesampainya di kawah, semua tim yang melalui jalur menurun itu tampak sangat kelelahan. Salah seorang tim Eiger Cilegon memutuskan untuk langsung turun, karena harus bekerja. Meski kami sudah menghasutnya untuk turun bersama, tapi ia tetap menolak dengan alasan ketidakenakan terhadap rekan kerja lainnya.

Setelah beristirahat, makan siang dan sembahyang, tim memutuskan turun pukul 14.00 WIB. Karena waktu yang tidak memungkinkan untuk mampir di tempat lain, sekaligus lelah yang sangat maksimal, kami memutuskan untuk langsung pulang ke rumah masing-masing.
 *
Satu kalimat untuk Ekspedisi Pulosari: "Duk... Uduk!" (Jirr, eta kalimat terbaik sepanjang perjalanan pulang). Nuhun, Gusti.
 

#EigerAdventure, #EigerTropicalAdventure, #Ekspedisi28gunung


You Might Also Like

0 Comments