Kepada Pablo



Dear, Pablo.

Kita baru beberapa jam bersama. Semalam, aku menemukanmu sedang diganggu bocah-bocah dengan jaring dan ember kecilnya. Seorang lelaki yang tangannya terus menurun-naikkan komidi putar itu menyilakanku memilih dua di antara puluhan kaummu di bak kecil itu. Awalnya, aku tidak memilihmu. Tapi, melihatmu berlari lincah menghindari jaring di tangan bocah-bocah itu, aku seperti melihat diriku sendiri. Maka, aku memilihmu.
       Tapi, kau memutuskan mati seusai aku memberimu nama; Pablo. Maaf, jika kau tidak suka pada nama itu. Tapi, itulah satu-satunya nama yang ada di kepalaku. Selain karena aku sedang membaca soneta penyair Chile, Pablo Neruda, juga karena aku berharap kamu bisa menemaniku belajar menulis puisi yang baik--jika puisi bisa dikategorikan baik dan buruk. Benar, namamu aku cukil darinya. Bukan tidak ingin aku memberimu nama yang lebih Indonesia; Soekarno, atau pahlawan-pahlawan yang patungnya tidak jauh dari tempat kau dijual-belikan. Tapi, toh, nasionalisme tidak bisa ditentukan pada nama. Seperti kau juga tidak bisa mengatakan seseorang dengan nama nabi itu akan bertingkah laku seperti nabi pula. Hanya si pemberi nama berharap demikian.
          Tapi, kau tetap memutuskan mati. Meninggalkan Neruda, kawanmu. Padahal, aku sudah menyiapkan berbagai hal yang bisa kau lakukan. Seperti, menemaniku menulis apa saja, mendengar cerita hari ini perihal kepergian, kengerian, kenyerian, kebahagiaan, atau tentang kopi yang diseduh dan disuguhkan oleh seorang lelaki yang tidak paham takaran. Setelah itu, aku akan memberimu makan, membersihkan tempat tinggalmu, menambah batu-batu untukmu bermain, tanaman-tanaman lain yang bisa kau candai dan memutarkan musik-musik klasik; Bach, Mozart, atau lagu siapapun yang kau suka--kecuali disko tentu saja. Apakah itu memang terlalu berat untukmu?
         Ah, Pablo, Pablo. Kau memutuskan mati sebelum aku memberimu makanan yang baik untuk kesehatan. Apa kau sebelumnya sudah sakit? Kau kelelahan karena terus menghindar jaring bocah-bocah itu? Semoga kau memaafkanku yang terlambat menyelamatkanmu.
         Pablo, aku berharap kau tinggal lebih lama. Tapi, kedatangan barangkali hanyalah kepergian yang tertunda. Kau sudah menundanya beberapa jam, Pablo. Terima kasih.

Selamat jalan, Pablo. Neruda pasti kehilanganmu.

Dari Nonamu yang sebentar,

Uthera Kalimaya.

You Might Also Like

2 Comments