'Tolong' Itu (tidak) Merepotkan

Help by LiminalMike on Flickr

Bila seorang yang kamu percaya sebagai soulmate itu menganggapmu sebagai orang yang sangat merepotkan, baiknya kamu segera balikan badan, tinggalkan. Jangan lupa, sebelum melakukannya kamu harus ungkapkan rasa terima kasihmu, karena ia telah menjadi seseorang yang kamu anggap soulmate dan yang kamu percayai tidak akan mengatakan demikian, tapi ternyata kamu salah. Juga, mohonlah maafnya, karena kamu telah menjadi orang yang sangat merepotkan versinya. Lalu, kembalilah percaya, bila di luar sana masih ada soulmate kamu yang sebenarnya dan orang itu tidak akan mengatakan demikian. -- Te.

Kalimat di atas sebetulnya untuk mengingatkan saya. Karena terkadang saya terlalu percaya jika orang saya sayangi--dan saya yakini menyayangi saya kembali, tidak akan menyerah begitu saya semerepotkan apapun diri saya. Yah, seperti twit-nya @RealTalk "a person who truly loves you will never let you go or give up on you, no matter how hard the situation is" kemarin. Logikanya gini, saya tidak akan merepotkan, jika tidak pernah direpotkan. Tapi, tentu saja logika itu patah dengan sendirinya.
       Selain itu, rasanya tak ada salah bila saling tolong menolong, kan? Apalagi kemudian ada kata 'tolong'. Bila diibaratkan materai enam ribu, kalimat memohon bantuan yang dimulai dengan kata 'tolong' itu sudah kuat secara hukum. Tapi, memang tergantung kepala juga, sih. Ada yang menganggap kata 'tolong' itu langsung berhubungan dengan hal yang menyita waktu dan menguras tenaganya. Pokoknya, sesuatu yang diprediksi akan merepotkan. Ada yang menganggap, seseorang yang mengatakannya benar-benar sedang terdesak, sehingga jiwa hero-nya keluar.
      Dulu, saya pernah mendapat kata 'merepotkan' itu. Dan kata itu hingga sekarang melekat di kepala saya. Tiap kali saya benar-benar sedang membutuhkan bantuan seseorang, tangan saya memang menaik-turunkan daftar kontak di ponsel. Memilih, dan mengira-ngira siapa yang jiwa hero-nya paling besar. Entah kemudian saya telepon atau sms. Tapi, kalimat 'merepotkan' itu justru menggema di kepala saya. "Kamu itu merepotkan." Kalimat itu diamini oleh seseorang di kepala saya yang kemudian mengatakan: "jangan merepotkan orang lain. Berusahalah sendiri."
       Lalu, rasa sakit yang dahulu saya rasakan saat mendengar kalimat itu, menari dengan sangat riang. Benar-benar seperti sedang mengejek saya. Karena itu, saya pasti langsung menghapus sms permohonan bantuan itu dan menekan lock screen ponsel, sembari berkata: "kamu bisa melakukannya sendiri, jadilah kuat!" dengan rasa sakit di dada.
          Sekarang, untuk mengenyahkan sakit hati yang sama itu, saya akan serahkan kepercayaan saya pada kata 'tolong'. Tentu saja tanpa mengharapkan bantuan itu benar-benar datang. Saya hanya ingin percaya (lagi) pada kesakralan kata itu, dan pada jiwa-jiwa penolong lainnya. Tanpa melihat apa dia soulmate atau bukan. Apa dia benar-benar akan membantu karena jiwa hero-nya besar atau tidak. Apa dia akan membantu saya atau tidak. Saya percaya--mungkin kamu pun, jika sebagai makhluk sosial kita saling membutuhkan. Am I wrong?

You Might Also Like

0 Comments