Elusan di Kepala



Senja baru saja tiba ketika motor yang kita kendarai membelah Jalan Veteran. Entah dari mana kita sore ini, tapi jelas hanya habis berjalan-jalan saja. Barangkali mencari udara segar, atau cuma mencari makanan untuk perut kita yang melulu lapar. Kamu melajukan motor dengan pelan, seperti tak ingin segera sampai di tujuan, tempat tinggalku.
     Di kanan jalan, kulihat pedagang kaki lima mendorong lapaknya menuju Pasar Royal tempat biasa mereka mangkal, kulihat pula pengemis buta yang dituntun seorang perempuan seusianya—barangkali istrinya—ibu jarinya tak pernah berhenti menghatur dzikir. Saat ini, tubuhku dan tubuhmu masih mencipta jarak. Sejengkal? Entahlah. Hanya saja, suhu tubuhku yang tak karuan membuatku merasa harus segera bersandar padamu.
      “A boleh meluk sebentar, ya,” ucapku meminta ijinmu. Kamu tertawa sembari menganggukan kepala.
       “Kamu kenapa?” Tanyamu.
      “Nggak tahu, tiba-tiba ngerasa nggak enak badan,” jawabku sembari menyandarkan kepala di pundakmu. Kupejamkan mata. Seketika aku merasa bumi sangat cepat berputar. Pepohonan di pinggir jalan berlarian ke belakang, orang-orang, dan segala hal di pinggir jalan itu. Meski kamu tidak melajukan kendaraan secepat itu. Namun, elusan di kepalaku membuat segalanya kembali ke semula. Tanpa kubuka mata, tanganku mencari tangan yang hinggap di kepalaku. Setelah tertangkap, barulah kubuka mata. Kulihat, jemarimu di depan wajahku, sementara tangan satu menyetir motor.
      “Ooh,” gumamku sembari menaruhnya kembali ke kepalaku. Lalu memejamkan mata kembali, sembari meletakan kepala di punggungmu. Kudengar kamu tertawa. Entah maksudnya apa.

You Might Also Like

0 Comments