Selamat 13 Tahun Banten




Selamat, selamat, selamat, selamatkanlah dirimu, Banten. Selamatlah. 
Dulu, saya dan teman-teman sepadepokan diboyong ke alun-alun Serang dengan seragam hitam-hitam. Saya merasa gagah sekali saat itu. Di kepala saya cuma ada satu hal; kami pasti akan shooting iklan seperti kakak-kakak kami. Maklum, padepokan tempat saya tinggal sempat diminta menjadi bintang iklan salah satu minuman berenergi. Jadi weh senang. Skip sekolah, tidak masalah. Yang penting gagah. *frrttt :p*
Saya tidak tahu kalau ternyata acara akbar itu adalah peresmian provinsi Banten. Dan itu artinya, saya tidak akan melihat wajah Gubernur Jawa Barat menggantung di dinding rumah. Terus terang, saya suka sama Gubernur Jawa Barat saat itu (nge-fans kali ya kalau sekarang mah). Ini terjadi setelah listrik ada di desa kami. Dan mungkin ini juga akibat dari semua doa yang dicurahkan pada Gubernur saat itu, terdengar oleh saya (kalau mendengar, mungkin hidung Pak Gub saat itu bakal mekar selama setahun, deh). Karena itu, saya bertekad someday saya harus bertemu dengannya. Tentu dengan memakai pakaian merah putih. Tapi, setelah saya keluar dari rumah, dan akhirnya sampai di acara akbar itu, ya keinginan itu tidak kesampaian, dong.
Setelah Banten lahir, dan orang-orang mulai berebut kursi. Janji-janji bertebaran. Masyarakat kecil yang tidak tahu apa-apa, diberi visi misi pun tidak mengerti, toh? Jadi, mereka selalu dijanjikan hal-hal yang dekat dengan mereka, misalnya perbaikan jalan, tempat ibadah. Puguh kalau mukena, kerudung, sarung, mie instan bergambar wajah mereka. Itu diberikan saat si calon/perwakilan hadir di sana. Dari, kabar tetangga yang disediakan alat berat untuk perbaikan jalan jika mereka memilihnya, sampai diberi semacam piagam yang katanya berguna saat hendak mendaftar PNS. Akh! Selalu ramai bila hari-hari itu.
Tapi, terus terang saja, dari awal mula usia saya sah menjadi pemilih, saya baru sekali pergi ke TPS. Itu pun saat pertama kali 'sah', selebihnya tidak. Alasan saya? Pertama, waktu pemilihan bertepatan dengan musim hujan. Hujan, selain berkah bagi penduduk desa kami, juga musibah bagi orang yang sudah merasa asyik berjalan di jalanan beraspal. Selain itu, ada 3 titik banjir pula di jalannya. Kedua, ongkos ojeknya mahal, men. Maklum saja, ojeknya punya kemampuan lebih gagah dari pengendara motor di lapangan balap. Ketiga, males. Yang terakhir itu lebih sering saya rasakan, sih. Males kalau jalan pulang saya masih suka bikin saya jatuh dari motor, masih suka menerobos kebun orang demi mencari jalan 'baik' meski tidak benar.
Sekarang, Banten sudah berusia 13 tahun. Angin perlahan menyingkirkan kabut yang selama 13 tahun ini menutupi Banten. Sekarang, orang-orang ramai berbicara tentang penderitaan di twitter atau jejaring sosial lain. 'Salah', kata itu yang berulang mereka tuliskan. Semuanya berkata, bahkan yang bukan orang Banten. Walaupun saya merasa ingin sekali berteriak, sebab dada terasa sesak, tapi ucapan mereka 100% benar!
Aduh! Selamat hari jadi, Banten. Maaf telat posting tulisan ini.
Semoga Tuhan memberkahi segala kebaikan; semua kebusukan yang tersembunyi segera tampak. Dan mereka diganjar dengan hukuman yang setimpal; dimiskinkan, dan dibuang ke tempat yang paling mereka takuti. Semoga pemimpin Banten selanjutnya memiliki 2 hal seperti dalam logonya; iman dan tawqa. Semoga situs-situs bersejarah dirawat dengan baik, tidak dirobohkan menjadi mall lagi. Semoga jalan-jalan yang kami lalui tidak membuat sakit badan melulu; diperbaiki, dan dirawat. Juga, semoga pegawai di 'bagian depan', baik di pemerintahan, rumah sakit, maupun di mana saja, mukanya bisa penuh senyum saat menyambut orang lain. Semoga, gedung kesenian segera berdiri agar kami tidak kebingungan saat hendak mengadakan acara indoor. Semoga tempat sampah selalu ada di mana saja, agar orang-orang lebih sadar. Semoga pegawai pemerintah memiliki pekerjaan yang pasti agar nonton bokep di kantor tidak terjadi. Semoga, ah, semoga....

You Might Also Like

0 Comments