Hari Pertama Juli: Kabar dari Bandung




3 puisi saya terbit di Pikiran Rakyat hari ini. Senang? Tentu. Meskipun saya tidak tahu apa sebab ketiganya bisa terbit. Kemungkinan pertama adalah tidak ada puisi. Kedua, mungkin redakturnya sedang kekurangan kopi. Ketiga, keberuntungan saja. Apa pun itu, terima kasih. Terima kasih telah menerima uluran tangan, tanda perkenalan dari saya.
Berikut ketiga puisi itu:

Renjana Dalam Kalender
: AB

i/
Pagi di Carrefour, mataku menembus punggungmu
seekor anjing berjalan di sampingmu,
ekornya mengibas, seperti mengejekku
yang hanya bisa memandang dengan mulut bergumam
: "Mari kuusap keringat di dahimu, tuan!"
dari jarak sepuluh meter.
ii/
Senja di warung kopi, matamu jatuh di mataku
seketika itu, jarum jam bunuh diri di atas meja
empat belas dalam kalender menggali kuburan sendiri
sementara bangku di hadapanku menjerit
: "Sekali saja duduk di atasku, tuan!"
lampu di kepalamu mengerlip dua kali sebelum akhirnya menyala
iii/
malam di beranda, matamu bercerita ke mataku
tentang hujan yang tiba-tiba
dan mencipta ulir di kaca jendela
: "ada rupa di baliknya, yang bukan rupamu"
suaramu terdengar dari lorong panjang, dan memantul
ke masa yang belum pernah ada
(Serang, 2013)

Pesan Latin Belum Sampai
-- Esha Tegar Putra & Irma

i/
dua hari sebelum hari besarmu
kutempuh sepuluh jam perjalanan tanpa henti
untuk mengetuk pintu rumahmu
meski lelah masih menggantung di ujung jemari
ii/
wangi pesta semerbak di segala penjuru
saat kau datang menyapa, dan bertanya
: apa yang membawamu sejauh ini?
kubisiki kau sekalimat pesan turut berbahagia
dan
"mulai sekarang, tempatkan ia saja di sajakmu, ai"
lindap di penghujung kantuk.
(Serang, 2013)

Menatapmu

Ada yang lebih bebal dari hujan di pagi ini, Kay.
: "Ah, tubuhku makin tiang"
katamu, suatu siang.

Ada beda nada dari tiap liangliang suling, Kay.
: "Kau yang memilih nadamu sendiri."
balasku saat mata kita lekat di tepi
jalan yang sama, pada hari yang pernah ada.
(Serang, 2013)





You Might Also Like

1 Comments